Srikandi, Sesepuh Komunitas Pasangan Kawin Campur di Indonesia
Dorong Perempuan Tak Kehilangan Jati Diri, Jaga Rumah Tangga Tetap Awet
Senin, 14 Januari 2013 – 07:46 WIB

Ries Woodhouse (kanan) dan Ida Friggeri. FOTO : PRIYO HANDOKO/JAWA POS
Suami Ries yang bernama belakang Woodhouse adalah orang Inggris yang datang ke Indonesia pada 1969. Berusia 21 tahun, Woodhouse bekerja di Voluntary Service Overseas (VSO) -lembaga internasional yang berkantor pusat di Inggris.
Pertemuan pertama Ries dengan Woodhouse terjadi tiga tahun kemudian di bis kota. Ketika itu, Ries berusia 22 tahun dan berkerja sebagai receptionist Hotel Indonesia. "Beberapa minggu kemudian ketemu lagi di HI. Sekitar 5 bulan kemudian langsung menikah. Nggak ada romatisnya," kisah Ries, lantas tersenyum.
Setelah menikah pada 1973 itu mereka sekeluarga pindah ke Semarang karena suami ditunjuk menjadi perwakilan Unicef di Kota Lumpia itu. Hanya setahun, suami Ries lalu berpindah-pindah negara. Mulai Burma (Myanmar), Pakistan, Zimbabwe, Jordania, New York (AS), lalu Vietnam. Pada 1995 kembali ke Jakarta sebagai perwakilan Unicef di Indonesia.
Ke manapun suami bertugas, Ries dan anak-anaknya ikut. "Terus berpindah negara setiap 3-4 tahun. Memang berat. Tapi pendidikan tidak begitu sulit, ada International School di mana-mana," kenangnya.
TREN kawin campur antara warga Indonesia dengan orang asing. Untuk mewadahi pasangan gado-gado itu, saat ini terdapat sejumlah komunitas. Di antaranya,
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu