Srikandi, Sesepuh Komunitas Pasangan Kawin Campur di Indonesia

Dorong Perempuan Tak Kehilangan Jati Diri, Jaga Rumah Tangga Tetap Awet

Srikandi, Sesepuh Komunitas Pasangan Kawin Campur di Indonesia
Ries Woodhouse (kanan) dan Ida Friggeri. FOTO : PRIYO HANDOKO/JAWA POS
Suami Ries yang bernama belakang Woodhouse adalah orang Inggris yang datang ke Indonesia pada 1969. Berusia 21 tahun, Woodhouse bekerja di Voluntary Service Overseas (VSO) -lembaga internasional yang berkantor pusat di Inggris.

Pertemuan pertama Ries dengan Woodhouse terjadi tiga tahun kemudian di bis kota. Ketika itu, Ries berusia 22 tahun dan berkerja sebagai receptionist Hotel Indonesia. "Beberapa minggu kemudian ketemu lagi di HI. Sekitar 5 bulan kemudian langsung menikah. Nggak ada romatisnya," kisah Ries, lantas tersenyum.    

Setelah menikah pada 1973 itu mereka sekeluarga pindah ke Semarang karena suami ditunjuk menjadi perwakilan Unicef di Kota Lumpia itu. Hanya setahun, suami Ries lalu berpindah-pindah negara. Mulai Burma (Myanmar), Pakistan, Zimbabwe, Jordania, New York (AS), lalu Vietnam. Pada 1995 kembali ke Jakarta sebagai perwakilan Unicef di Indonesia.

Ke manapun suami bertugas, Ries dan anak-anaknya ikut. "Terus berpindah negara setiap 3-4 tahun. Memang berat. Tapi pendidikan tidak begitu sulit, ada International School di mana-mana," kenangnya.     

TREN kawin campur antara warga Indonesia dengan orang asing. Untuk mewadahi pasangan gado-gado itu, saat ini terdapat sejumlah komunitas. Di antaranya,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News