Stepi Anriani: Politik dan Intelijen Tidak Bisa Dipisahkan

Stepi menambahkan, medan politik tidak lagi sama pada era milenial karena media sosial berkembang dengan pesat.
Menurut dia, medsos menjadi alat untuk memengaruhi mindset generasi muda.
Saat ini, sambung Stepi, interaksi pengguna medsos bisa mencapai delapan jam per hari.
Cia juga mencontohkan kehebatan medsos pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2017.
“Betapa dahsyatnya kekuatan media sosial hingga bisa memengaruhi perilaku pemilih. Presiden Donald Trump sukses dengan Twitter-nya. Media sosial bukan lagi hanya untuk mengumpulkan sumbangan kampanye seperti era sebelumnya, tetapi juga mobilisasi pemilih mengambang,” jelas Stepi.
Dia menambahkan, fenomena yang sama juga hadir di Indonesia. Penggunaan media sosial sebagai sarana pemasaran politik dan alat kampanye partai terus bermunculan.
Dia juga membeber arti penting generasi milenial yang berjumlah 86 juta atau 48 persen dari populasi pemilih pada Pemilu 2019.
Menurut Stepi, para generasi milenial itu merupakan anak muda dengan nilai kreativitas, kemajuan, dan berpikiran terbuka.
Kandidat doktor bidang kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Stepi Anriani mengatakan, intelijen dan politik merupakan dua hal yang tak bisa dipisah
- Praktisi Intelijen Sebut Masyarakat Tidak Perlu Khawatir Soal UU TNI
- AHY Dinilai Tepat Menunjuk Rezka Oktoberia Jadi Wasekjen Demokrat
- TB Hasanuddin Tegaskan Kebebasan Pers Harus Dilindungi, Intimidasi Tak Bisa Ditolerasi
- Isu Kewenangan Intelijen Paling Kentara di RUU Kejaksaan
- Akademisi Ungkap 2 Tantangan Tata Kelola Intelejen di Indonesia
- Soal Kasus Hasto Kristiyanto, Pakar Nilai Langkah KPK Bermuatan Politis