Stereotip Masih Jadi Hambatan Perempuan Memimpin Perusahaan

Lebih lanjut, perempuan dihadapkan konflik tanggung jawab antara keluarga dan perusahaan.
Apalagi di saat pandemi Covid-19, hal itu semakin berat. Karena selain urus rumah tangga, perempuan juga harus mengurus anak yang bersekolah dari rumah.
Perempuan selalu dihadapkan pada pilihan yang sulit, bagaikan buah simalakama.
"Kalau perempuan maju atau sukses, rumah tangganya dianggap berantakan. Sebaliknya, kalau perempuan tidak mencoba untuk maju, maka akan merasa tidak bisa mengaktualisasikan dirinya," ujar Maya.
Dia mengaku sulit mengubah stereotip yang terlanjur sudah mendarah daging. Namun, dia menegaskan, bukan berarti stereotip tersebut tidak bisa dihilangkan.
Banyak faktor, salah satunya dengan fenomena glass ceiling.
Salah satu strategi menebus fenomena glass ceiling di perusahaan, yakni dengan menghubungkan dalam kepentingan ekonomi.
"Kalau kita bicara isu perempuan, masih di bawa ke dalam isu sosial, belum dibawa ke dalam isu ekonomi. Kalau kita bawa itu ke isu ekonomi, akan lebih relevan. Misalnya bagaimana perusahaan berinvestasi pada perempuan dan punya pemimpin perempuan yang berpotensi meningkatkan kinerja bisnis," tegasnya.
Sejatinya masalah stereotip dianggap masih menjadi hambatan tersendiri bagi perempuan dalam mewujudkan mimpinya dalam memimpin perusahaan.
- Peringatan Hari Kartini Momentum Meningkatkan Harkat dan Martabat Kaum Perempuan
- Hari Kartini, Pramono Gratiskan Pengurusan SIM untuk ASN dan Wartawan Perempuan
- Hari Ini Pemprov DKI Gratiskan Tarif Transjakarta Khusus Untuk Perempuan
- KPPI 2025 Siap Digelar, PENEMU Dorong Perempuan Ambil Peran Strategis
- Setiawan Ichlas Disambut Hangat saat Mudik ke Palembang, Lihat Ada Pak Gubernur
- JATMA Aswaja Tegaskan Komitmen Bangun Ekonomi Umat dan Cinta Tanah Air