Strategi Indonesia Hadapi Uni Eropa soal Kelapa Sawit
Kebijakan itu mengategorikan kelapa sawit sebagai bahan bakar nabati berisiko tinggi.
Yakni, memberikan efek buruk pada lingkungan, kesehatan, serta pekerja di bawah umur.
Sebelumnya, Indonesia, Malaysia, dan Kolumbia yang tergabung dalam Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) memprotes UE di Brussel, Belgia, pekan lalu.
Presiden Joko Widodo dan PM Malaysia Mahathir Mohamad juga telah mengirimkan surat ke UE.
Namun, pihak UE tidak mengubah niatnya dalam mengategorikan produk kelapa sawit.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN Sofyan Djalil menuturkan, pemerintah masih berupaya melakukan upaya negosiasi ke Eropa.
Pemerintah bakal menjelaskan bahwa kelapa sawit tidak mengakibatkan dampak buruk terhadap lingkungan.
Setidaknya tidak seburuk dampak lingkungan dari penanaman komoditas vegetable oil lain seperti rapeseed dan bunga matahari.
Diskriminasi produk kelapa sawit oleh Uni Eropa (UE) membuat Indonesia berencana membentuk satuan tugas (satgas) khusus.
- Kelapa Sawit untuk Pembangunan Berkelanjutan
- TSIT dan Apkasindo Memperkenalkan Teknologi Drone Pertanian Canggih di IPOC 2024
- Menko Airlangga Dorong Industri Kelapa Sawit yang Berkelanjutan, Efisien & Kompetitif
- Apkasindo dan TSIT Jalin Kerja Sama Menyiapkan Petani Sawit Indonesia Hadapi EUDR
- Kembangkan Produk UKMK Sawit Petani di Sumbar, Aspekpir & BPDPKS Berkolaborasi
- PTPN IV PalmCo Targetkan 2,1 Juta Bibit Unggul Diserap Petani Sawit