Strategi Institute Gelar Diskusi Kudatuli 1996, Romo Benny Berharap Tak Ada Rezim Otoriter Lagi

Strategi Institute Gelar Diskusi Kudatuli 1996, Romo Benny Berharap Tak Ada Rezim Otoriter Lagi
Strategi Institute mengadakan diskusi untuk memperingati tragedi 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan 'Kudatuli'. Foto: Dok Strategi Institute

Karena itu, Romo Benny berharap bahwa tidak ada rezim otoriter yang akan berkuasa lagi di Indonesia.

Terkait dengan peristwita Kudatuli ini, Romo Benny sebenarnya berharap agar sejarah kelam ini diluruskan kembali agar generasi muda mengetahui perjalanan bangsanya.

“Tidak ada rekonsiliasi yang sempurna tanpa permintaan maaf. Luka sejarah dalam peristiwa 27 Juli 1996 tidak pernah sembuh. Sementara generasi x dan z tidak pernah mengalami luka itu. Dan menganggap bahwa masa lalu adalah masa lalu,” kata Romo Benny.

Sejumlah peristwiwa besar terjadi setelah 27 Juli 1996 meletus. Mulai dari pembakaran ratusan gereja, dan peristiwa dukun santet.

Namun, yang terpenting menurut Romo Benny, dalam peristiwa 27 Juli 1996, memang terlihat jelas watak otoriter pemimpin negara saat itu. Lalu apakah luka yang dialami masyarakat dalam peritiwa itu dalam disembuhkan, itu kembali dari kekuatan masyarakat sipil.

“Ketika konsentrasi masyarakat sipil gagal seperti ini, tidak mungkin dapat dalam menyelesaikan kasus hak asasi manusia,” katanya lagi.

Hingga saat ini, kita tidak pernah mengakui bahwa peristiwa 27 Juli 1996 adalah kejahatan kemanusiaan dan perlu diakui oleh para pelakunya.

“Ini harus diakui oleh orang yang melakukan itu. Kita nggak pernah mengakui bahwa ini sebenarnya adalah kejahatan kemanusiaan. Bila ada pengakuan, baru ada pemulihan terhadap korban. Jadi penyelesaian kita itu selalu menutup luka itu,” katanya.

Strategi Institute mengadakan diskusi untuk memperingati tragedi 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan 'Kudatuli'.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News