Struktur Cukai di Indonesia Masih Perlu Dibenahi
jpnn.com, JAKARTA - Penerimaan cukai Agustus kemarin, masih didominasi oleh cukai pemerintah. Pasalnya, dari total penerimaan cukai senilai Rp 68,3 triliun, sebesar Rp 65,5 triliun di antaranya berasal dari cukai tembakau.
Wakil Ketua Lembaga Demografi Universitas Indonesia Abdillah Hasan menilai, sebenarnya pemerintah masih bisa mengoptimalkan penerimaan cukai tembakau.
Abdillah menjelaskan struktur tarif cukai Indonesia yang sangat rumit menyebabkan hilangnya potensi penerimaan negara.
Menurutnya, penggolongan berdasarkan batas produksi 3 miliar batang tidaklah relevan karena akhirnya hanya memberikan insentif bagi perusahaan rokok untuk membayar cukai lebih rendah.
“Golongan produksi lebih dari 3 miliar dan di bawah 3 miliar, ini tidak relevan lagi. Misalnya saya pengusaha rokok, hal ini memberikan insentif bagi saya untuk memproduksi 2 miliar 999 juta batang sehingga cukainya lebih murah," katanya.
Senada dengan Abdillah, anggota Komisi XI DPR Indah Kurnia berpendapat struktur cukai di Indonesia memang masih perlu pembenahan.
Salah satunya tarif cukai untuk segmen SKT (Sigaret Kretek Tangan), di mana seharusnya tidak ada lagi tarif cukai SKT yang lebih tinggi dari tarif cukai Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).
“Yang menggunakan tangan manusia (SKT), itu tarifnya seyogyanya harus lebih rendah dari mesin (SKM & SPM)," terang dia.
Penerimaan negara menjadi tidak optimal karena ada perusahaan besar yang kesannya itu mensiasati.
- Bea Cukai Parepare Musnahkan Jutaan Barang Ilegal, Nilainya Fantastis
- Bea Cukai dan Pemda Bersinergi, Kembangkan Industri Hasil Tembakau di Jawa Timur
- Penundaan Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Mengancam Kesehatan Masyarakat
- Tanggapi Polemik Rancangan Permenkes Kemasan Seragam, DPR: Lindungi Tenaga Kerja dan Petani Tembakau
- Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Melanggar UU HAKI
- Rokok Ilegal Merajalela, Negara Rugi Rp 5,76 Triliun Akibat Kenaikan Tarif Cukai