Struktur Tarif Cukai Rokok Harus Diubah
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI, Indah Kurnia mengatakan, penggolongan tarif cukai harus dibenahi agar penerimaan negara lebih maksimal.
Menurut Indah, kompleksnya struktur cukai rokok sebenarnya merugikan penerimaan negara karena ada permasalahan, di mana ada perusahaan rokok yang membayar cukai Gol 2.
Hal ini juga menyebabkan persaingan yang tidak sehat karena perusahaan yang benar-benar kecil harus bersaing dengan perusahaan besar asing di Gol 2.
"Penerimaan negara menjadi tidak optimal karena ada perusahaan besar yang kesannya itu mensiasati. Ada pembatasan kalau tidak mencapai tiga miliar rupiah maka akan termasuk golongan yang bukan golongan I,” tutur Indah.
Sebaiknya pemerintah menggabungkan batas volume produksi untuk rokok mesin menjadi 3 milliar batang agar persaingan yang sehat bisa tercipta di industri.
Seharusnya, tidak ada lagi tarif cukai SKT yang lebih tinggi dari tarif cukai Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).
"Yang menggunakan tangan manusia (SKT), itu tarifnya seyogyanya harus lebih rendah dari mesin (SKM & SPM),” terang dia.
Sementara, Wakil Ketua Lembaga Demografi Universitas Indonesia Abdillah Hasan mengatakanm cukai tembakau masih mendominasi penerimaan cukai pemerintah. Agustus kemarin, cukai tembakau masih menembus angka Rp 65,5 triliun dari total penerimaan cukai Rp 68,3 triliun.
Hal ini juga menyebabkan persaingan yang tidak sehat karena perusahaan yang benar-benar kecil harus bersaing dengan perusahaan besar asing di Gol 2.
- Guru Besar Unissula Sebut Kehadiran BPN untuk Memperbaiki Sistem Penerimaan Negara
- Industri Hasil Tembakau Merugi, Penerimaan Negara Bakal Terancam
- Peneliti & Pakar Sepakat Cukai Rokok Perlu Dinaikkan Demi Tekan Jumlah Perokok
- Waspada, Ini Modus-modus Penipuan Mengatasnamakan Bea Cukai, Nomor 5 Incar Kaum Hawa
- Ekonom Sebut PP Kesehatan Berpotensi Menurunkan Penerimaan Negara
- Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Dinilai Bakal Suburkan Rokok Ilegal