Suara Para TKW yang Sudah Tak Tahan Tinggal di Negeri Jiran

Nur Bisa Bawa Gaji, Santi Ingin Kuliah Lagi

Suara Para TKW yang Sudah Tak Tahan Tinggal di Negeri Jiran
Nurhayati (kiri) saat berbincang dengan penghuni penampungan TKI Johor Bahru, Malaysia. Foto: Nungki Kartikasari/Jawa Pos
 

Ada juga ruangan khusus untuk menampung TKI laki-laki. Ruangan itu lebih kecil daripada ruangan khusus TKW. Ukurannya sekitar 5 x 5 meter dan hanya berisi kasur serta lemari pakaian. Sementara itu, satu bangunan lagi berisi enam kamar mandi yang bersebelahan dengan dapur.

 

Nurhayati merupakan salah seorang di antara 80 TKI bermasalah yang akan dipulangkan tersebut. Wanita 24 tahun itu rencananya dipulangkan ke tanah air sebelum Lebaran. Nur menceritakan, dirinya merantau ke Malaysia setelah tergiur penawaran dari sebuah perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) untuk menjadi pembantu rumah tangga (PRT). Sesampai di Malaysia, wanita asal Kecamatan Cililin, Bandung, itu bukannya bekerja sebagai PRT. Tapi, dia dipekerjakan sebagai buruh tani di perkebunan kelapa sawit. "Kerja saya siang sampai malam, tak ada libur," ungkapnya.

 

Meski tidak sesuai dengan perjanjian, dia menjalani pekerjaan tersebut dengan baik. Dia tak pernah membolos kerja. Nur mengungkapkan, dalam kondisi sakit pun, dirinya harus tetap bekerja. "Saya tidak bisa menghindar dari pekerjaan," terang TKW yang sudah empat tahun bekerja di Malaysia sebelum akhirnya terancam dideportasi akhir Ramadan nanti tersebut.

 

Suatu hari, PJTKI menyuruh Nur untuk memperpanjang sendiri paspornya ke kantor KJRI Johor Bahru. "Nah, saat itulah saya ditanya-tanya oleh petugas KJRI. Baru saya tahu bahwa ternyata saya telah dibohongi oleh PJTKI," ungkapnya.

Sekitar 80 tenaga kerja Indonesia (TKI) di Johor Bahru, Malaysia, menunggu deportasi karena tak memiliki dokumen resmi. Mereka harus hengkang dari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News