Subsidi LPG Terus Membangkak, Diversifikasi Energi Harus Jadi Prioritas

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif ReForminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pengurangan impor LPG harus menjadi prioritas.
Pasalnya, selain konsumsinya terus membesar, produksi LPG di dalam negeri juga cenderung rendah.
Karena itu, upaya pemerintah untuk memangkas ketergantungan energi impor dinilai sebagai langkah tepat.
Salah satunya adalah dengan mengalihkan penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) ke energi yang bersumber di dalam negeri.
"Tren yang ada menunjukkan konsumsi dan impor LPG terus meningkat setiap tahun. Jika tidak berani melakukan perubahan, impornya akan semakin besar dan ini akan jadi beban pemerintah karena disubsidi," ujar Komaidi, Rabu (7/4).
Berdasarkan proyeksi Kementerian Energi dan SUmber Daya Mineral (ESDM), impor LPG sampai 2024 akan mencapai 11,98 juta ton.
Sementara produksi LPG hanya sebanyak 1,97 juta ton per tahun. Kapasitas produksi kilang LPG di dalam negeri sendiri ditargetkan sekitar 3,98 juta ton pada 2024.
Akibat arus impor LPG yang kian membesar, pada 2021 pemerintah terpaksa mengalokasikan subsidi hingga senilai Rp37,85 triliun.
Tren yang ada menunjukkan konsumsi dan impor LPG terus meningkat setiap tahun. Jika tidak berani melakukan perubahan, impornya akan semakin besar dan ini akan jadi beban pemerintah.
- Mudik Nyaman Bersama Pertamina: Layanan 24 Jam, Motoris dan Fasilitas Lengkap
- Pertamina Pastikan Kelancaran Distribusi BBM, LPG hingga Avtur Selama Idulfitri 2025
- Wamen ESDM dan Pertamina Patra Niaga Pastikan Distribusi Energi Aman di Sumbar
- Beli Bright Gas di Pertamina Delivery Service, Gratis Ongkir
- Dirut Pertamina Pastikan Pasokan Energi Area Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Aman
- Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Ramadan Idulfitri Pertamina 2025