Sudah Lama Berkawan dengan Orang Utan

Sudah Lama Berkawan dengan Orang Utan
BERPENGALAMAN: Aschta Nita Boestani Tajudin saat berkeliling di KBS. Foto: Frizal/Jawa Pos

Pernah suatu kali dia menangani puluhan anak orang utan. Tingkat kematiannya tinggi sekali. Berbagai cara telah dilakukan, mulai memberikan obat hingga tempat yang layak. Tapi, usaha tersebut tidak membuahkan hasil.

Lantas, mereka mencoba untuk memasukkan seorang penjaga perempuan. Tingkat kematiannya langsung turun 80–70 persen. Lalu ditambah lima perempuan lagi, persentase kematiannya tinggal 10 persen. ”Rupanya anak orang utan itu suka mendengarkan detak jantung dan sangat butuh perhatian,” katanya.

Pengalaman dia dalam dunia satwa bukan itu saja. Aschta pernah didapuk sebagai assistant senior officer di ASEAN-Wildlife Enforcement Network (A-WEN) yang bermarkas di Bangkok, Thailand. Organisasi di bawah ASEAN tersebut bertugas untuk memantau perdagangan satwa liar yang dilindungi di Asia Tenggara. ”Kalau dengan Indonesia, kami bekerja sama dengan polisi, bea cukai, dan Kementerian Kehutanan,” imbuhnya.

Ketika dia bekerja pada 2008-2010 itu, A-WEN punya perhatian khusus pada perdagangan harimau dan trenggiling. Daging trenggiling begitu laris di daratan Tiongkok untuk dijadikan sup. Sedangkan harimau diperjualbelikan karena kulitnya. ”Jalur perdagangan satwa itu juga menjadi jalur perdagangan narkoba, senjata, dan trafficking,” ujar perempuan yang menikah dengan Andi Tajudin pada 2010 tersebut. Dalam beberapa kasus, transaksi perdagangan itu tidak memakai uang. Tapi, dengan pertukaran.

Aschta yang pernah mengenyam pendidikan tentang land use management geography di Edinburgh University itu suka tantangan dan hal baru. Pada 2013, misalnya, dia bekerja di sebuah perusahaan bidang logistik di Tanjung Perak. Pekerjaan tersebut memang punya hubungan secara langsung dalam bidang konservasi satwa.

Namun, pada April 2014 dia melihat ada lowongan rekrutmen direktur operasional PDTS KBS. ’’Teman-teman saya pada teriak. Kenapa tidak ikut benahin KBS,” ujarnya. Lalu dia melamar dan akhirnya dipilih sebagai direktur operasional setelah melewati proses seleksi tiga tahap. Administrasi, tes kemampuan, dan presentasi. Lantas namanya dipilih Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

Perempuan yang hobi meneliti tersebut memiliki banyak rencana untuk mengembangkan KBS. Setidaknya ada empat program prioritas yang segera digulirkan. Yakni, inventarisasi satwa, perbaikan pakan, pelayanan medis, dan peningkatan kemampuan karyawan.

Aschta menyebutkan, di antara 2.400 satwa, hanya 500 yang diketahui jenis kelaminnya. Riwayat kesehatan dari tiap satwa juga belum terekam dengan baik. Begitu pula hubungan kekerabatan antarsatwa. Yang dikhawatirkan adalah inbreeding (perkawinan sedarah) yang bisa menurunkan kualitas satwa. ”Semua harimau di KBS bersaudara. Jadi, harus segera ditukarkan karena masih dalam masa produktif,” katanya.

Terik matahari tidak begitu terasa di dalam Kebun Binatang Surabaya (KBS). Pepohonan rimbun menghalau sinar yang terik pada Sabtu siang lalu (27/9).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News