Sudah Larang Sawit, Negara Eropa Kini Mulai Memusuhi Gas Alam
jpnn.com, BRUSSELS - Di saat perang melawan minyak kelapa sawit masih jadi topik kontroversial, beberapa negara Eropa mulai menyulut permusuhan terhadap sumber energi lain. Kali ini, targetnya adalah gas alam.
Austria, Denmark, Swedia dan Belanda mendesak Uni Eropa untuk tidak melabeli proyek energi gas sebagai investasi hijau.
Saat ini, Brussel berupaya menyelesaikan aturan mengenai apakah energi gas masuk dalam energi berkelanjutan.
Akhir tahun lalu, Komisi Eropa menyusun rencana untuk melabeli gas dan energi nuklir sebagai investasi hijau. Namun, rencana tersebut memecah Uni Eropa karena mereka tidak setuju tentang bagaimana bahan bakar harus berkontribusi ke energi bersih.
"Kurangnya bukti ilmiah untuk memasukkan gas fosil ke dalam klasifikasi energi berkelanjutan memaksa Komisi Eropa mempertimbangkan ulang proposal itu," menurut keterangan bersama Australia, Denmark, Swedia,dan Belanda.
Investasi gas tidak boleh diberi label hijau kecuali dapat mengeluarkan kurang dari 100 gram karbon dioksida per kilowatt jam, kata negara-negara tersebut. Hal Itu sejalan dengan rekomendasi yang dibuat minggu lalu oleh penasihat ahli Uni Eropa tentang aturan.
Negara-negara Eropa sedang menunggu proposal akhir Komisi, yang dikatakan akan segera diterbitkan, tanpa memberikan tanggal.
Setelah diterbitkan, mayoritas Parlemen Eropa atau negara anggota Uni Eropa – 20 negara dapat memblokir aturan tersebut.
Beberapa negara Eropa berpandangan bahwa pemanfaatan gas alam sebagai sumber energi harus dipersulit
- Tim UI Perkenalkan Inovasi Pertanian Perkotaan Berbasis Energi Hijau
- Apkasindo dan TSIT Jalin Kerja Sama Menyiapkan Petani Sawit Indonesia Hadapi EUDR
- Emmanuel Macron Sebut Uni Eropa Perlu Mempertimbangkan Kembali Hubungan dengan Rusia
- Uni Eropa & ChildFund International Ajak Masyarakat Bersatu Dalam Keragaman
- Climate Group Sebut Indonesia Punya Potensi Besar Energi Terbarukan, Butuh Regulasi
- Pertamina-Hyundai Motor Company Sepakat Mengembangkan Ekosistem Hidrogen di Indonesia