Suka Duka Petugas Pemungutan Suara Pemilu Amerika Serikat
Hanya Dibayar USD 100 untuk Kerja 16 Jam
Rabu, 14 November 2012 – 00:01 WIB
Pagi itu, beberapa pemilih datang bersama anggota keluarganya, termasuk bayi dan anak-anak kecil. "Ini merupakan praktik pendidikan kewarganegaraan," kata Ashley Misitzis, 30, salah seorang warga. Ibu satu anak tersebut datang bersama suami dan anak mereka yang baru berumur hampir 2 tahun.
Menurut Alasdair Bowie, associate professor ilmu politik George Washington University di Washington DC, pemilu bagi sebagian warga AS merupakan bentuk penegasan tentang kewarganegaraan dan bentuk kebanggaan mereka pada negara. "Terutama bagi imigran yang telah mendapat status kewarganegaraan AS, momen pemilu seperti ini sangat signifikan," kata Alasdair.
Pemungutan suara, lanjut dia, juga merupakan kesempatan bagi warga AS untuk bersosialisasi dengan tetangga kanan-kiri mereka. Karena itu, di beberapa daerah, mereka biasanya datang ke TPS dengan berjalan kaki dan memakai baju rapi.
Berbeda dari di Indonesia yang mengenal masa tenang, kampanye di AS masih saja berlangsung saat hari pemungutan suara. Bahkan berkampanye di lokasi TPS. Di luar gedung TPS yang dipimpin Vicki, misalnya, kubu Barack Obama dan Mitt Romney masih berusaha memengaruhi calon pemilih dengan membagikan contoh surat suara yang sudah diisi. Tentunya diisi agar menguntungkan calon dan partai mereka.
Salah satu unsur penting dalam suksesnya pemilu AS pekan lalu adalah para petugas pemungutan suara (election official). Merekalah yang bertanggung
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408