Sulitnya Cari Kerja di Australia, Suzanna Asal Bandung Sudah Lamar 80 Pekerjaan
Selain itu, ia juga melihat perlunya lebih banyak usaha untuk menjangkau komunitas minoritas dan membicarakan kesehatan mental, karena ia percaya saat ini tidak banyak layanan tersedia bagi warga dengan kebudayaan berbeda.
"Bagi warga yang memiliki latar belakang kebudayaan berbeda, hal-hal seperti stigma kesehatan mental … dan kondisi tidak sehat semakin kental," katanya.
Photo: Faith Nenta, perempuan asal Papua Nugini, yang tinggal sendiri di Melbourne. (Supplied)
Perempuan asal Papua Nugini, Faith Nenta, yang menyebut dirinya pekerja garda depan di Melbourne, juga sering mengalami gangguan kesehatan mental di tengah pembatasan sosial tahap empat yang saat ini diberlakukan.
Faith pindah ke Australia beberapa tahun yang lalu, meninggalkan kelima anaknya di negara asalnya, dan saat ini tinggal sendiri di rumah susun sosial bagi penduduk kurang mampu.
"Saya stress secara mental karena ... dalam kebudayaan saya, biasanya kami tinggal bersama-sama dan berkelompok, bukan sendiri-sendiri," kata dia.
Untuk menghibur diri, Faith biasanya bertemu teman-temannya di akhir pekan untuk ngopi bersama, namun karena 'lockdown' ia tak bisa lagi melakukannya.
Tigist mengatakan pengalaman Faith adalah hal yang sering dialami oleh anggota komunitas minoritas lainnya.
Sejak pertengahan Februari lalu, Suzanna Martanti sudah mencoba melamar hampir 80 pekerjaan
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata