Sultan DPD RI Merespons Soal Presidential Threhold, Menohok
Sultan menilai parpol lebih memilih berkoalisi dengan pemerintah. Akibatnya landscape demokrasi kita menjadi kering.
Buktinya, kata dia, indeks demokrasi Indonesia sejak 2020 menempati titik terendahnya sejak reformasi. Bahkan indeks demokrasi kita kalah dari Timor leste.
"Artinya, parpol yang seharusnya melahirkan politikus-politikus yang ideal bagi demokrasi justru mencari aman di ruang kekuasaan. Bahkan ketua umum partai bersedia menjadi pembantu presiden. Akibatnya demokrasi kita terkesan hanya melahirkan politikus, bukan negarawan,” kata Sultan.
Pengalaman dua kali pilpres terakhir harus dijadikan pelajaran berharga bagi kita. Dengan ambang batas yang demikian tinggi, menyebabkan partai politik hanya terafiliasi dalam dua poros koalisi besar.
Di sanalah oligarki dengan kekuatan modalnya bermain lalu memengaruhi hasil pemilu dan kebijakan politik pemerintahan selanjutnya.
“Pemilu sekadar menjadi formalitas demokrasi. Tidak memberikan solusi kepemimpinan nasional yang ideal dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tapi pemimpin yang sesuai kehendak oligarki,” ujarnya.
Sebagai penutup, Sultan menyampaikan bangsa yang majemuk ini harus bisa merayakan demokrasi secara lebih variatif dan sukarela dalam menentukan pilihan politiknya.
Masih banyak putra-putri terbaik bangsa yang harus disediakan ruang dan kesempatan politik oleh demokrasi. Setiap Parpol menawarkan pilihan yang ideal bagi masyarakat, biarkan publik yang menyeleksi.
Sultan DPD RI merespons soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang masih menjadi perdebatan elite dan diskursus publik saat ini.
- Harapkan Semua Target Prolegnas 2025 Tercapai, Sultan Siap Berkolaborasi dengan DPR dan Pemerintah
- Mardiono Ajak Kader PPP Kerja Maksimal Menangkan Pilkada di NTB
- PKN Membantu Pemerintah untuk Mengentaskan Masalah Stunting
- Sultan dan Beberapa Senator Rusia Membahas Kerja Sama Pertahanan dan Pangan
- Simak, Lomba Karya Jurnalistik Bertema Wajah Hukum Pemerintahan Baru
- Hardjuno Pertanyakan Keseriusan DPR Perihal RUU Perampasan Aset