Sumatra Siapkan Gerakan Pro Kakao
Kamis, 09 Juli 2009 – 22:54 WIB
Akibat sistem rehabilitasi yang diserahkan kepada pihak yang tidak kompeten, lanjutnya, produk kakao Indonesia menjadi turun. "Tahun 2006 hanya 600 ribu ton, tahun 2007 menjadi 520 ribu ton, 2008 turun lagi menjadi 500 ribu dan tahun 2009 ini diprediksi hanya 480 ribu ton,” ujar Halim.
Askindo juga mempertanyakan sistem pendistribusian bibit gratis yang disediakan pemerintah yang dinilainya sangat rumit hingga harga bibit menjadi mahal dan memberatkan petani serta tidak efektifnya penggunaan anggaran pemerintah.
"Bibit yang digunakan itu dihasilkan oleh petani melalui teknik sambung pucuk bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) milik pemerintah di Jember, Jawa Timur yang selama mengembangkan teknik dinilai menghasilkan bibit lebih banyak. Namun sistem pendistribusian bibit dari Puslitkoka diserahkan ke perusahaan besar penyalur bibit dan perusahaan itu menjualn ke dinas perkebunan di daerah. Seharusnya distribusinya bisa langsung ke anggota Askindo," kata Zul.
"Sekarang ini Jember (Puslitkoka) dijual ke swasta, swasta ikut tender dinas perkebunan, lalu di jual ke dinas. Kenapa harus dijual ke swasta. Jadi harga bibitnya mahal, selama ini dijual oleh perusahaan-perusahaan besar penyalur bibit," ucapnya.
JAKARTA - Ketua Umum dan Sekjen Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) masing-masing Halim Abdul Razak dan Zulhefi menegaskan tiga provinsi di Sumatera
BERITA TERKAIT
- BAZNAS Angkat Kisah Guru Papua dalam Buku Mengajar di Batas Negeri
- Warga Angkatan 45 Geger, Romiah dan Bobi Mengaku Tidak Kenal
- Pentolan KKB Pembunuh Personel Satgas Elang Berani Nongol di Warung Depan Polres
- Sejumlah Wilayah Ini Wajib Waspada karena Efek Erupsi Gunung Semeru
- Jasa Raharja & Korlantas Polri Survei Kesiapan Pengamanan Nataru
- 3 Siswa SMKN 4 Semarang yang Ditembak Polisi Itu Anak Saleh, Remaja Masjid, dan Paskibraka