Sumpah Pemuda Versi 4.0

Sumpah Pemuda Versi 4.0
Sumpah Pemuda 2021. Ilustrasi: Sultan Amanda/JPNN.com

Anak-anak muda itu mencium bau darah karena Jepang sudah kehilangan kekuatan setelah Sekutu menjatuhkan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima.

Mereka pun menculik dan memaksa ‘’orang-orang tua’’ generasi Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Tak pelak, Ben Anderson (1989) dengan penuh takjub menulis buku “Revolusi Pemoeda” yang mengungkap peran anak-anak muda dalam revolusi nasional 1944-1945.

Beda dari revolusi di negara mana pun saat itu, bahkan dibandingkan dengan revolusi komunis Rusia, peran pemuda Indonesia benar-benar sentral.

Mereka menjadi kekuatan militan karena ditempa oleh kekerasan pendudukan kolonial. Para pemuda itu kemudian menjadi kekuatan yang mampu menghancurkan kekuatan pendudukan imperialisme.

Sungguh sebuah capaian yang keren. Pada 1928 anak-anak muda itu sudah bisa merumuskan tiga rumusan yang visioner dan relevan sepanjang masa; Bertanah Air Satu, Bebangsa Satu, Berbahasa Satu…Indonesia.

Mereka dengan tegas menyebut ‘’Indonesia’’. Dari mana mereka punya ide dahsyat itu. Mengapa mereka bersepakat hanya punya satu tanah air? Mengapa para pemuda itu bersumpah hanya punya satu bangsa? Mengapa mereka yakin hanya punya satu bahasa pemersatu?

Pada tahun-tahun itu kolonialisme dan imperialisme Eropa sedang ganas-ganasnya. Kapitalisme Eropa adalah hasil dari revolusi industri, anak dari kemajuan sains dan teknologi Eropa, hasil dari gerakan pencerahan di Eropa, yang kemudian melahirkan teknologi militer yang membawa Eropa menjadi kekuaran kolonial dunia.

Kini, 93 tahun berselang, semangat Sumpah Pemuda harus terus-menerus direvitalisasi supaya tetap relevan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News