Sumur Tua

Oleh: Dahlan Iskan

Sumur Tua
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Dulu, sumur-sumur minyak bumi itu ditinggalkan begitu saja oleh Belanda. Sebagian lagi justru mereka buntu. Disumbat. Diurug. Dimatikan. Agar jangan jatuh ke musuh Belanda.

Pertamina seperti ogah-ogahan mengurus sumur tua. Dianggap tidak efisien.

Kalau mau diurus harus dibuat standar pengoperasian yang profesional. Itu berarti perlu biaya investasi yang besar.

Terlebih lagi, produksi sumur-sumur tua itu umumnya kecil. Hanya sekitar 15 barrel per hari, bahkan ada yang hanya lima barel.

Kalau diurus secara perusahaan -apalagi kalau perusahaannya sebesar Pertamina -hanya merepotkan.

Akan tetapi bagi rakyat, 15 barel itu banyak. Maka banyak yang diam-diam memanfaatkannya.

Puluhan tahun pemerintah mundur-maju dalam membuat kebijakan harus diapakan sumur-sumur tua itu.

Sampai kemudian muncullah orang seperti Toha di Muba.

Toha, bupati terpilih Musi Banyuasin adalah bagian dari orang yang hidup dari sumur rakyat. Di Muba, minyak mentah tidak perlu dicari sampai ke perut bumi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News