Sungguh Ironis, Kerja Sama PBNU dan Korporasi Sawit Tak Sesuai Harapan
jpnn.com, JAKARTA - Kerja sama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan korporasi sawit menuai kekecewaan di kalangan aktivis lingungan dan sosial.
Kegiatan kerja sama itu dinilai tidak peka terhadap penderitaan rakyat.
Di tengah kelangkaan minyak goreng, masyarakat rela mengantre hingga berujung ricuh di beberapa tempat.
"Ini ironis karena Indonesia adalah negeri terbesar perkebunan sawit," ungkap Anggota Presidium Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Ridwan Darmawan, Senin (7/1).
Selain itu, Ridwan mengatakan dari isu lingkungan, deforestasi jutaan hektare yang diakibatkan ekstensifikasi perkebunan kelapa sawit menyebabkan kerusakan lingkungan, banjir, dan menyempitnya ruang hidup masyarakat adat.
"Padahal, perkebunan sawit menempati daftar rentetan kasus konflik agraria selama ini," ujar Ridwan.
Dalam hal ini, korporasi sawit turut andil dalam kebakaran hutan, deforestasi hutan tropis jutaan hektare telah menyebabkan kerusakan lingkup yang parah, banjir, kekerasan, dan hilangnya ruang hidup dan penghidupan masyarakat adat, masyarakat pedesaan yang mengandalkan pertanian tradisional.
Ridwan menyebut dari sisi isu pertanian berkelanjutan dan pertanian keluarga, kritik atas ekpansi besar-besaran sistem pertanian monokultur telah merusak sistem ketersediaan pangan bagi warga masyarakat pedesaan.
Kerja sama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan korporasi sawit menuai kekecewaan di kalangan aktivis lingungan dan sosial.
- Institute for Humanitarian Islam Berikhtiar Menebar Nilai Kemanusiaan di Dunia
- Gus Salam: Pra-MLB NU Digelar di Surabaya
- PBNU: Santri Harus Terus Berjuang untuk Kebaikan Negeri
- 5 Pilihan Minyak Goreng yang Aman untuk Penderita Kolesterol Tinggi
- Seusai Dilantik, Empat Menteri dari NU Minta Restu Rais Aam dan Ketum PBNU
- Menjelang Pelantikan Prabowo, Gus Yahya Bicara Soal Harapan Besar