Sungguh Menyejukkan, Mereka Membagi Takjil di Depan Klenteng

Kemudian, tangan kanan menggenggam tangan kiri, sedangkan dua ibu jari saling bertemu.
Formasi tangan tersebut, menurut Anton, membentuk huruf ”ren”. Dalam bahasa Mandarin berarti ”manusia”.
”Jadi, mau tidak mau kami harus memiliki sifat kemanusiaan. Dan ini cocok dengan sila kedua Pancasila: Kemanusiaan yang adil dan beradab,” tambah pria 76 tahun itu.
Kelenteng Eng An Kiong berdiri sejak 1825. Seperti kebanyakan kelenteng atau wihara di mana pun berada, tempat ibadah tersebut sekaligus tetenger bahwa komunitas Tionghoa di sekitar lokasi sudah berkembang lebih dulu ketimbang tempat ibadahnya.
Biasanya komunitas itu dikenal dengan pecinan. Begitu juga halnya di Malang. Berdirinya Eng An Kiong merupakan bukti bahwa masyarakat Tionghoa sudah hidup di kawasan tersebut lama sebelum kelenteng dibangun.
Anton mengaku prihatin terhadap munculnya insiden sektarianisme belakangan di sejumlah tempat di tanah air.
Padahal, menurut dia, masalah itu sudah tidak perlu terjadi di Indonesia yang telah 72 tahun merdeka.
”Dengan kesepakatan bersama bapak-bapak bangsa yang menjadikan Pancasila sebagai prinsip hidup bernegara, sebenarnya kita sekarang ini tinggal melaksanakannya saja,” tuturnya.
Sebuah kelenteng di Kota Malang, Jatim, ini setiap Ramadan menggelar beragam kegiatan sosial sebagai bentuk penghormatan. Juga mengelola puskesmas
- Usut Dugaan Pelecehan Oknum Dokter di Malang, Polisi Kumpulkan Alat Bukti
- Polisi Usut Dugaan Pelecehan Seksual oleh Oknum Dokter di Malang
- Oknum Dokter Terduga Pelaku Pelecehan Seksual di Malang Dipolisikan Korban
- Ulah Oknum Dokter di Malang Ini Agak Lain, Minta Pasien Melepas Baju, Korban Trauma!
- Senator Lalita Buka Puasa Bersama Masyarakat Nelayan, Tekankan Toleransi
- Gempa M 4,5 Guncang Malang, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami