Surat An-Nisa' Ayat 34 Belah Ulama Australia Soal Isu KDRT

Surat An-Nisa' Ayat 34 Belah Ulama Australia Soal Isu KDRT
Surat An-Nisa' Ayat 34 Belah Ulama Australia Soal Isu KDRT

Ulama di Australia memiliki berbagai tafsir

Ketika ABC pertama kali mulai melaporkan kisah ini 18 bulan yang lalu, pertanyaan tentang hubungan antara surat An-Nisa' ayat 34 dan KDRT dengan cepat dibungkam oleh para ahli dan sosok serupa Ulama - sebagian karena ketakutan bahwa mengangkat masalah ini akan mengundang (atau memperpanjang) pemberitaan media yang sensasional dan pengawasan yang tidak diinginkan terhadap komunitas Muslim, yang sudah merasa tertekan.

Tetapi setelah menghabiskan lebih dari satu tahun berbicara dengan Muslim Australia tentang pertanyaan ini, menjadi jelas bahwa Ulama, pada kenyataannya, terbelah, sementara para pemimpin kunci terus menolak untuk terlibat sama sekali.

Surat An-Nisa' Ayat 34 Belah Ulama Australia Soal Isu KDRT Video: Shady Alsuleiman describes the 'husbands rights upon his wife' (ABC News)

Ulama besar Australia, Dr Ibrahim Abu Mohammed, tidak menanggapi beberapa permintaan ABC untuk mencari kejelasan tentang surat An-Nisa' ayat 34 (begitu-pun pendahulunya, Sheikh Abdel Aziem Al-Afifi, yang meninggal pada bulan Juli, hanya empat bulan menjabat).

Presiden Dewan Imam Nasional Australia, Sheikh Shady Al Suleiman, juga menolak untuk menanggapi permintaan berulang untuk berkomentar selama enam bulan terakhir, termasuk terhadap pernyataannya bahwa suami memiliki hak untuk melarang istri meninggalkan atau bekerja di luar rumah, termasuk pergi ke halaman belakang untuk "menjemur cucian".

Kaum perempuan juga cenderung menghindar dari pembahasan ayat itu: ketakutan bahwa mereka mungkin dilihat sebagai kritis atau menantang otoritas para Ulama laki-laki adalah alasan kuat, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor KDRT.

Fatima *, seorang ibu di Melbourne yang baru saja bercerai, mengalami kekerasan fisik, emosional dan keuangan selama puluhan tahun oleh suaminya, yang ia sebut menggunakan An-Nisa' ayat 34 untuk membenarkan tindakannya.

"Saya dibesarkan di Australia, dan menggunakan terjemahan bahasa Inggris sampai saya mulai belajar bahasa Arab sendiri. Selama bertahun-tahun saya menafsirkan [ayat]-nya secara harfiah, saya percaya ia berhak, bahwa saya layak mengalaminya," kata Fatima.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News