Surat dari Nanjing

Surat dari Nanjing
Dahlan Iskan.

Tangan saya pun gercep. Gerak cepat. Membuka dan membalas chat beliau tanpa basa basi, “Bisa, pak!

”Dan berlangsunglah tukar-menukar nomor hape (handphone). Ditelepon, kemudian janjian dengan Pak Dahlan.

Betapa kagetnya teman-teman sesama penerima beasiswa ITCC di Nanjing. Ketika telepon mereka berdering dan di seberang sana yang bersuara adalah Pak Dahlan.

Saya, begitu mengagumi beliau. Dari pengalaman, cerita, karya, dan film beliau. Rasa penasaran membuat saya semakin menggebu-gebu ingin bertemu dengan beliau.

Sore itu, akan ada ujian tengah semester. Tapi, dengan keberanian yang kuat, kami meminta izin dengan dosen. Agar dapat ujian susulan. Dan beliau pun menyetujuinya.

Kami menaiki kereta (bawah tanah). Yang biasa dipakai sebagai alat transportasi paling mudah dan murah di Nanjing. Perkiraan 30 menit lebih menuju tempat tujuan. Di Sanshanjie Zhan, tepatnya di Hai Di Lao Hot Pot.

Wajah kami semringah. Semua. Cengar-cengir. Mulai pulang kelas sampai sebelum ketemu beliau. Semua membayangkan dan sangat ingin bertemu dengan beliau.

Dan akhirnya, kami tepat waktu jam 12:58 sampai di tempat beliau dengan janji ketemuan jam 01:00.

Mendirikan grup band di negeri orang. Berani tampil di acara-acara kawinan. Di negara yang dulunya dianggap begitu haram.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News