Surati Komisi III DPR, Koalisi Masyarakat Sipil Sampaikan 8 Poin Krusial Pembaruan KUHAP

Selain itu, Fadhil mengatakan ada urgensi pembaruan KUHAP mengingat pemberlakuan KUHP akan operasional pada 2026. Menurut dia, implementasi hukum acara pidana sudah berada dalam batas-batas yang sangat mengkhawatirkan.
Fadhil menyebut banyak sekali pelanggaran hukum acara yang berdampak pada pelanggaran hak asasi manusia, penyelewengan-penyelewengan, penyalahgunaan kekuasaan yang berwujud dalam kriminalisasi, penyiksaan, perilaku-perilaku koruptif maupun penyelewengan-penyelewengan lain.
Ironisnya, pelanggaran itu dilakukan atas nama hukum acara pidana atau penegakan hukum pidana.
“Sehingga, bagi kami penting untuk kemudian menyampaikan apa yang menjadi masukan kami,” ungkap Fadhil.
Oleh karena itu, Fadhil mengatakan setidaknya ada 8 poin krusial yang seharusnya masuk ke dalam substansi pembahasan pembaruan KUHAP.
Pertama, soal peneguhan kembali prinsip due process of law.
“Kemudian ada penguatan dan penjaminan terhadap hak asasi manusia dan juga penguatan sistem check and balances gitu ya,” jelas Fadhil.
Kedua, Fadhil menilai perlu ada mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang memadai terkait dengan upaya paksa.
Koalisi Masyarakat Sipil mengirimkan surat secara terbuka kepada Komisi III DPR RI perihal pembahasan RKUHAP yang tahun 2025 masuk dalam Prolegnas.
- KPK Pastikan Tak Ada Kendala dalam Penyidikan Tersangka Anggota DPR Anwar Sadat
- Hakim Terjerat Kasus Suap Lagi, Sahroni Mendorong Reformasi Total Lembaga Kehakiman
- Survei LSI Terkait RUU KUHAP: Mayoritas Publik Dukung Kesetaraan Penyidik
- Lola Nelria Desak Polisi Serius Tangani Kasus Pemerkosaan Balita di Garut
- Prabowo Berencana Evakuasi 1.000 Warga Palestina, DPR Minta Hanya Sementara
- Kasus Dokter Priguna Jadi Pelajaran, Perketat Seleksi dan Pengawasan