Surga Ikan di Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas, Itu Kini Hilang
Warga Dayak Terpaksa Makan Sarden Kalengan
jpnn.com - Sungai dan hutan menjadi andalan kelangsungan hidup bagi warga asli Borneo. Tapi, kini suku Dayak Ngaju di Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, tidak lagi bisa menikmati hasil sei (sungai). Berikut catatan wartawan Jawa Pos AMRI HUSNIATI yang baru pulang dari sana.
Laporan Amri Husniati, Gunung Mas, Kalimantan Tengah
SEI BARINGEI yang membelah Desa Tumbang Malahoi terlihat keruh kecokelatan. Di tepi kanan dan kirinya beberapa perahu kecil ditambatkan, berserak di antara jamban terapung. Ya, sebagian penduduk pedalaman itu masih mengandalkan sungai untuk mencuci, mandi, dan buang hajat.
Namun, kini warga tak bisa lagi malunta (menebarkan jaring), memasang lukah (jebakan dari anyaman bilah-bilah bambu), ataupun maunjun (memancing). Sudah beberapa tahun terakhir tak ada ikan baung, saluang, lais, patin, papuyu, serta haruan yang tersangkut di bubu maupun mata unjun.
Kalaupun di setiap Minggu pagi buta kaum pria mendayung sampan atau menyalakan mesin perahu kecil berbahan bakar solar, itu dilakukan bukan karena mereka hendak mencari ikan. Namun, mereka berangkat ke hutan lewat jalur sungai. Para laki-laki tersebut pergi untuk berladang, menyadap karet, mencari rotan, serta berburu binatang.
”Tidak ada lagi ikan di sei,” kata Supandianto, warga Tumbang Malahoi yang dipercaya sebagai juru pelihara Betang Toyoi, rumah adat Dayak yang didirikan pada 1896, kepada saya yang berkunjung ke rumahnya pertengahan April lalu.
Menurut Boni, panggilan Supandianto, sejak sungai selebar 40 meter lebih itu tercemar limbah tambang emas, warga Tumbang Malahoi tidak bisa menikmati ikan secara gratis dari alam. Mereka sekarang harus membelinya dari penjual ikan keliling yang datang ke kampung setiap pagi. Ironis. Sungai yang jembatannya baru diresmikan Bupati Gunung Mas Arton S. Dohong pada 15 Desember 2014 itu kini tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan protein warga di sekitarnya.
Boni lantas berkilas balik. Keturunan keenam Toyoi bin Panji –pendiri rumah betang di Tumbang Malahoi– tersebut masih ingat bagaimana semasa kecil dirinya bermain di sungai serta mencari ikan cukup dengan tangan kosong atau alat sekadarnya. Ikan segar yang didapat terkadang dibakar dan langsung disantap begitu saja. Atau kalau banyak bisa dibawa pulang untuk dimasak umai (ibu).
Sungai dan hutan menjadi andalan kelangsungan hidup bagi warga asli Borneo. Tapi, kini suku Dayak Ngaju di Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408