Suro
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Di keraton Surakarta peringatan 1 Suro dilakukan dengan cara bersyukur, tafakur (merenung) dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah yang dipusatkan di Masjid Pujasana.
Pada awal 1970-an Sinuhun Paku Buwono XII mulai mengadakan kirab pusaka di luar tembok keraton.
Salah satu pusaka yang paling banyak ditunggu publik adalah kemunculan kebo bule bernama Kiai Slamet, yang dianggap sebagai bentuk pusaka keraton yang bernyawa.
Kebo bule bukan sembarang kerbau, karena leluhurnya merupakan hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II.
Leluhur kerbau bule itu merupakan hadiah dari Kyai Hasan Besari Tegalsari Ponorogo. Secara turun-temurun kebo bule menjadi cucuk lampah (pengawal) pusaka keraton yang bernama Kiai Slamet sehingga masyarakat menyebutnya kebo bule Kiai Slamet.
Dalam kirab satu Suro, orang-orang berdesak-desakan dan berebut kotoran kebo bule. Kotoran kebo bule dianggap dapat membawa berkah dan keselamatan.
Berbeda dari Solo, di Yogyakarta perayaan malam satu Suro biasanya identik dengan membawa keris dan benda pusaka sebagai bagian dari iring-iringan kirab.
Tradisi malam satu Suro menitikberatkan pada ketenteraman batin dan keselamatan. Karena itu, pada malam satu Suro biasanya selalu diselingi dengan ritual pembacaan doa dari semua umat yang hadir merayakannya.
Tradisi malam satu Suro berawal di era Sultan Agung. Ketika itu, masyarakat masih mengikuti sistem penanggalan warisan tradisi Hindu.
- Sambut Tahun Baru Islam, BAZNAS RI Gelar Mujahadah dan Doa Bersama Mustahik
- Peringati Tahun Baru Islam, BPIP dan TNI AD Gelar Lomba Kampung Pancasila
- Ribuan Warga Kotawaringin Timur Meriahkan Pawai Taaruf Sambut Tahun Baru Islam
- Ribuan Warga Menghadiri Pawai Obor Peringati Tahun Baru Islam di Kota Bogor
- Tegas, AKBP Agus Larang Konvoi Pesilat Saat Peringatan Suroan di Madiun
- Julukan Hujjatul Islam untuk Rocky Gerung