Survei Alogaritma Sebut Elektabilitas Sandiaga Uno Kian Moncer, Ini Sebabnya
jpnn.com, JAKARTA - Survei nasional Algoritma pada Juni 2023 merilis bahwa ada dua nama yang meningkat pesat posisi elektoralnya di mata publik, yakni Sandiaga Uno dan Mahfud MD.
Direktur Eksekutif ALGORITMA Research and Consulting Aditya Perdana menyebutkan faktor ekonomi menjadi pertimbangan mendasar bagi responden untuk memilih calon pemimpinnya dibandingkan isu polarisasi.
Hal itu terungkap dari rilis survei dengan mengangkat tema 'Pemilu 2024: Dari Isu Polarisasi ke Pembangunan Ekonomi' pada Senin (26/6/2023).
Aditya menyebutkan bahwa polarisasi masyarakat yang selama ini menjadi kekhawatiran bersama tidaklah seperti yang dikhawatirkan banyak pihak.
“Dalam survei nasional tatap muka yang dilakukan pada bulan Juni tahun 2023 ini Algoritma mendapatkan temuan bahwa yang terjadi di masyarakat saat ini adalah pembelahan pilihan politik, bukan polarisasi masyarakat,” kata Aditya.
Menurutnya bursa capres dan cawapres kian menarik karena ada rotasi dalam urutan dan juga dinamika nama-nama yang muncul ke level tiga besar bursa capres dan cawapres.
Aditya memberikan sorotan khusus justru pada bursa calon wakil presiden yang cenderung lebih dinamis.
Pada survei ini urutan untuk level elektoral cawapres adalah Sandiaga Salahudin Uno 11,3 persen, Erick Thohir 10,3 persen, dan Mahfud MD 8,8 persen. Angka ini sangat dinamis karena jika dibandingkan dengan Desember 2022 urutannya adalah Ridwan Kamil (11,8 persen), Sandiaga Uno (7,4 persen), dan Erick Thohir (enam persen).
Survei nasional Algoritma pada Juni 2023 merilis bahwa ada nama yang meningkat pesat posisi elektoralnya di mata publik, yakni Sandiaga Uno
- Batal Bertemu, PM Malaysia Ungkap Kondisi Kesehatan Prabowo
- PT Akulaku Finance Indonesia Capai Kesepakatan Rp 600 Miliar dengan 3 Bank
- Tim 8 Prabowo Soroti Kritikan PDIP Soal PPN 12 Persen
- Bukan Menyalahkan Prabowo soal PPN 12 Persen, Deddy Singgung Rezim Jokowi
- Hingga Kuartal III 2024, Pembiayaan Keuangan Berkelanjutan BSI Tembus Rp 62,5 Triliun
- Pengamat: Masyarakat Nantikan Tata Kelola Tambang yang Berpihak, Bukan Janji Manis