Survei LSI Denny JA Harus Kartu Merah

Survei LSI Denny JA Harus Kartu Merah
Survei LSI Denny JA Harus Kartu Merah
Dijelaskan, perbedaan quick count dengan real count, di mana quick count harus berdasarkan sampling. “Ini tidak, LSI Denny JA melakukan kesalahan yang sangat fatal. Perlu dikasih kartu merah supaya ini jadi pembelajaran bagi lembaga survei lain. Dia melakukan real count tapi laporannya quick count. Peneliti kan syaratnya harus jujur, dan menjelaskan metodologinya,” terangnya.

Sementara itu, peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanudin Muhtadi menyesalkan apa yang dilakukan LSI Denny JA. Namun mengenai sanksi yang diberikan, Burhanuddin menyatakan itu tergantung dari asosiasinya. “LSI Denny JA kan tergabung di AROPI, saya tidak tahu apakah Aropi punya kode etik atau tidak, tapi kalau kami yang tergabung di Persepi, kita memiliki kode etik yang menetapkan bagi setiap lembaga yang merilis hasil survei dan quick count harus menyebutkan metodeloginya dan sumber dananya," kata Burhanuddin.

Kalau rujukannya ke Uapor, lanjut Burhanuddin, itu jelas harus ada penjelasan kepada public survei dan quick count menyangkut metodelogi maupun sumber dana, dalam metodolgi disebutkan juga samplingnya diambil dari populasi seperti apa, margin of erornya gimana.

"Itu harus disebut, sementara kasus Sumbawa itu jelas tidak ada yang digambarkan bagaimana proses pengambilan sampelnya, apa itu quick count atau real count, dari 25 TPS itu bukan quick count tapi real count. Real count itu tidak ada sample, semuanya hanya populasi. Jika  metodologinya disebut saya yakin tidak akan terjadi semacam ini," jelasnya.

JAKARTA  - Rekor MURI yang diberikan kepada Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA kembali diprotes. Kali ini oleh IndoPoling, di

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News