Sustain Sebut Peningkatan Pungutan Batu Bara Bisa Dialokasikan untuk Transisi Energi
Direktur Eksekutif Climate Policy Initiative Tiza Mafira menyoroti pembelanjaan negara yang masih cukup besar untuk mensubsidi energi fosil.
Berdasarkan perhitungan rata-rata penerimaan dan belanja fiskal Indonesia tahun 2016-2022, total penerimaan negara dari energi fosil sebesar Rp 210 triliun atau 11 persen dari total penerimaan, sedangkan subsidi energi fosil mencapai Rp 165 triliun atau 9 persen dari total belanja.
Khusus batu bara, belanja negara digunakan dalam bentuk domestic market obligation (DMO) untuk mensubsidi harga.
DMO membuat harga beli batu bara dalam negeri menjadi US$70/ton, sementara harga pasar terus berfluktuasi, saat ini menyentuh US$175/ton. Kondisi tidak beriringan dengan upaya transisi energi karena harga batu bara tergolong murah.
Oleh karena itu, Tiza menyarankan ada earmarking atau penandaan anggaran hasil pungutan batu bara agar tidak bercampur dengan anggaran belanja energi fosil.
"Mungkin bisa adanya special purpose vehicle atau lembaga keuangan khusus yang fokus menyalurkan hasil pungutan ke pendanaan energi terbarukan dan jaringan listrik baru atau smart grid," ucap Tiza.(mcr10/jpnn)
Yayasan Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia atau SUSTAIN menyatakan bahwa opsi peningkatan pungutan produksi batu bara bisa digunakan untuk transisi energi
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul
- 67 Tahun Energi Pertamina untuk Masyarakat Indonesia, Salah Satunya Dukung Pangan Sehat
- Restitusi Berduit
- Haris Azhar Minta Aktivitas Tambang Batu Bara Perusahaan Ini di Musi Banyuasin Dihentikan
- Dorong Transisi Energi, PT Paiton Energy Mendonasikan PLTS Atap di 3 Sekolah
- Keinginan Prabowo Kurangi Penggunaan Batu Bara di 2040 Disambut Baik
- Airlangga Sebut Indonesia Berpotensi jadi Pusat 'Critical Minerals & Renewable Energy'