Sweeping Tempe Berakhir Ricuh

Kedelai Meroket, Makanan Rakyat Jadi Barang Mewah

Sweeping Tempe Berakhir Ricuh
KEDELAI NAIK. Pengrajin tempe di sentra produksi tempe di Kerobokan Semarang, Rabu (25/7). Kenaikan harga kedelai import yang melambung naik hingga Rp 8 ribu per kilogram dikeluhkan oleh para pengrajin. Untuk tetap bertahan, para pengrajin ini harus mensiasati dengan menurunkan ongkos produksi. Foto: Dhani Setiawan/Jateng Pos
’’Problem kita ini untuk kedelai adalah problem lahan, yang sejak awal saya menyampaikan untuk bisa swasembada itu butuh minimal (tambahan) 500 ribu hektare,’’ sebutnya. Padahal, persoalan keterbatasan lahan seharusnya tidak menjadi masalah karena saat ini potensi lahan terlantar mencapai 7,2 juta hektare (ha).

Untuk itu, Kementerian Pertanian akan berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam upaya penyediaan lahan untuk penanaman kedelai mulai 1,1-1,5 juta ha.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krishnamurti menimpali, dengan pembebasan bea masuk kedelai maka harga impor kedelai bakal turun sekitar Rp 350-400 per kilogram. ’’Kira-kira, harga impor akan dalam rupiah akan turun sekitar Rp 400-an,’’ katanya.


Tak Signifikan

Menurut Ketua II Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Sutaryo, dihapusnya bea keluar impor itu tak signifikan mengatasi melejitnya harga kedelai.

JAKARTA-Aksi sweeping tempe di Pasar Rawamangun, Jakarta Timur, berakhir ricuh, kemarin. Sweeping yang dilakukan produsen tahu tempe yang tergabung

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News