Sweeping Tempe Berakhir Ricuh

Kedelai Meroket, Makanan Rakyat Jadi Barang Mewah

Sweeping Tempe Berakhir Ricuh
KEDELAI NAIK. Pengrajin tempe di sentra produksi tempe di Kerobokan Semarang, Rabu (25/7). Kenaikan harga kedelai import yang melambung naik hingga Rp 8 ribu per kilogram dikeluhkan oleh para pengrajin. Untuk tetap bertahan, para pengrajin ini harus mensiasati dengan menurunkan ongkos produksi. Foto: Dhani Setiawan/Jateng Pos
Di samping insentif, sambung Sutrisno, perlu juga diusahakan agar lahan pertanian untuk menanam kedelai diperluas. Sebab, lahan untuk menanam kedelai masih sangat sedikit dan bersifat sporadis.

Nah, jika lahan pertanian kedelai diperluas, Indonesia diharapkan bisa memiliki pusat-pusat produksi kedelai, sehingga tak lagi bergantung pada pasokan dari luar negeri. Selanjutnya yang tak kalah penting yakni pengembangan bibit unggul.

’’Perlu ada riset dan pengembangan teknologi untuk menghasilkan bibit kedelai unggul yang lebih produktif. Kalau negara-negara yang mengekspor beras saja bisa menghasilkan kedelai bagus, mengapa Indonesia tidak bisa,’’ papar dia.

Data yang dimiliki HKTI menyebutkan, total konsumsi kedelai Indonesia mencapai 2,4 juta ton per tahun. Sebanyak 1,4 juta ton diserap industri tahu dan tempe. Sementara, pertanian kedelai dalam negeri hanya mampu memproduksi 700 ribu ton per tahun, sehingga sisanya yang 1,7 juta ton ditutup dari impor.


Politisi PKS Salahkan Hatta

JAKARTA-Aksi sweeping tempe di Pasar Rawamangun, Jakarta Timur, berakhir ricuh, kemarin. Sweeping yang dilakukan produsen tahu tempe yang tergabung

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News