Syamsu Rizal: Revisi UU TNI Harus Berbasis Kebutuhan Nyata, Bukan Sekadar Formalitas

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Syamsu Rizal menyoroti wacana dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang memungkinkan prajurit angkatan bersenjata menempati lebih dari 10 lembaga dan kementerian. Menurutnya, hal ini bisa saja diterapkan, tetapi harus didasarkan pada kebutuhan nyata, bukan sekadar formalitas atau rekayasa administrasi.
"Kalau ini sudah berjalan di 10 lembaga, nanti pasti akan ada permintaan lebih banyak. Secara pribadi dan di fraksi kami, sebagian setuju, tetapi harus ada koridor yang jelas," ujar Syamsu Rizal seusai mengikuti RDPU Komisi I DPR RI dengan PEPABRI dalam rangka mendapatkan masukan terkait perubahan UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (10/3).
Ia menegaskan bahwa kebutuhan akan personel TNI di kementerian dan lembaga harus melalui mekanisme resmi, bukan permintaan abal-abal. Analisis jabatan yang jelas harus menjadi dasar utama dalam menentukan apakah posisi tersebut benar-benar membutuhkan personel berlatar belakang militer.
Lebih lanjut, Syamsu Rizal menyebut bahwa jika revisi UU TNI disahkan, pengaturannya bisa dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) atau regulasi pelaksana lainnya.
Namun, ia menanggapi skeptis pandangan yang masih mempertentangkan antara sipil dan militer dalam pemerintahan.
"Kalau masih berpikir soal dikotomi sipil-militer atau mengaitkannya dengan dwifungsi ABRI di masa lalu, itu sudah ketinggalan zaman. Buktinya, TNI sekarang juga banyak merekrut tenaga sipil, terutama dalam bidang siber. Bisa saja nanti 50 persen tenaga di unit siber TNI berasal dari sipil," jelasnya.
Menurutnya, yang terpenting bukan soal siapa yang menduduki jabatan tertentu, tetapi apakah posisi itu benar-benar membutuhkan kehadiran personel militer.
Anggota Fraksi PKB itu juga menekankan pentingnya memahami bahwa perubahan regulasi harus mengikuti dinamika zaman. Dia mencontohkan bagaimana berbagai kebijakan politik masa lalu berubah seiring waktu, termasuk revisi aturan terkait organisasi yang dahulu dianggap terlarang.
Analisis jabatan yang jelas harus menjadi dasar utama dalam menentukan apakah posisi tersebut benar-benar membutuhkan personel berlatar belakang militer.
- Presiden Prabowo Sudah Mengesahkan RUU TNI, Tetapi Tak Bisa Diakses di JDIH
- Diskusi UU TNI di Kampus, Pangdam I/BB: Kami Terbuka terhadap Kritik
- Adies Kadir Meyakini Revisi UU TNI Upaya Selaraskan Sistem Pertahanan Nasional & Semangat Reformasi
- Bea Cukai dan TNI Memperkuat Sinergi Pengawasan yang Solid di Yogyakarta dan Nunukan
- Perkuat Sinergisitas, Panglima TNI Terima Kunjungan Ketua BPK RI
- Haidar Alwi: TNI-Polri Peringkat 5 Pasukan Penjaga Perdamaian Dunia