Syarif Hasan: Tafsirkan UU ITE, Pemerintah Mengambil Wewenang Pengadilan dan Penegak Hukum

Syarif Hasan: Tafsirkan UU ITE, Pemerintah Mengambil Wewenang Pengadilan dan Penegak Hukum
Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan. Foto: M.Kusdharmadi/JPNN.com

Sebab, UU ITE memiliki banyak celah yang sering digunakan sebagai palu gada bagi para pengkritik pemerintah.

Menurut dia, prosedur revisi UU ITE bisa melalui pengusulan fraksi-fraksi di DPR RI ataupun penerbitan perppu.

Selain itu, bisa pula pemerintah yang membuat usulan revisi UU ITE ke DPR.

Syarief menegaskan karena pencetus ide revisi UU ITE ini awalnya adalah presiden, maka secepatnya yang bersangkutan mengambil langkah inisiatif.

"Pemerintah harus mengambil inisiatif yang akan ditempuh sesuai prosedur ketatanegaraan, bukan dengan mengambilalih ranah penegak hukum atau pengadilan,” katanya.

Syarief menjelaskan lembaga nirlaba yang berfokus pada kebebasan berekspresi bernama “Southeast Asian Freedom of Expression Network (SAFEnet)” mencatat bahwa kasus tertinggi yang dijerat UU ITE terjadi pada 2016 sebanyak 83, 2017 ada 53 kasus, 2018 25 kasus, dan 2019 24 kasus, dan 2020 terdapat 64 kasus.

Data dari SAFEnet juga menyebut dalam praktiknya banyak pelapor yang berasal dari berbagai pihak.

Sekitar 90 persen dijerat dengan tuduhan pencemaran nama baik dan sisanya dengan tuduhan ujaran kebencian.

Syarief Hasan menilai langkah pemerintah membuat tafsir UU ITE telah mengambil wewenang pengadilan dan penegak hukum. Sebaiknya UU ITE direvisi bukan ditafsirkan sendiri oleh pemerintah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News