Tahun 2022: Kick Off Kebangkitan Alam untuk Indonesia Raya dan Dunia
Oleh: Komarudin Watubun, SH, MH, (anggota DPR RI 2019-2024)
Begitu hasil penelitian dan kajian Eric Rignot, Ph.D (peneliti NASA), Jérémie Mouginot (peneliti sains Bumi pada University of California-Irvine/UCI), Bernd Scheuchl (ilmuwan proyek sains sistem bumi pada UCI), Associate Professor Michiel van den Broeke (UCI), Melchior J. van Wessem dan Mathieu Morlighem (Utrecht University).
Riset para ahli itu dibiayai oleh badan antariksa Amerika Serikat (AS) NASA (National Aeronautics and Space Administration), Netherlands Organization for Scientific Research dan Netherlands Earth System Science Centre dan dirilis oleh jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciences edisi Januari 2019 (Eric Rignot et al, 2019).
Kajian para ahli itu akhirnya mempengaruhi laporan jaringan intelijen AS tahun 2021. Untuk pertama kalinya, dalam sejarah 234 tahun Amerika Serikat, sejak tahun 1787, Kamis, 21 Oktober 2021, dari Gedung Putih (White House), Washington, D.C., Amerika Serikat (AS), Pemerintah AS merilis suatu laporan intelijen AS tentang ancaman perubahan iklim terhadap keamanan dan stabilitas sejumlah kawasan dunia hingga tahun 2040.
The Office of The Director of National Intelligence (ODNI) melibatkan 18 unsur komunitas intelijen AS dalam menyusun laporan intelijen (National Intelligence Estimate/NIE) itu (ODNI, 2021; AFP, 22/10/2021) Secara khusus, NIE menyebut ketegangan lonjakan kawasan dan risiko-risiko fisik akibat perubahan iklim di kutub (Antartika) dan Asia-Afrika. (Gordon Corera, 2021).
Sebanyak 234 ahli perubahan iklim pada Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khusus perubahan iklim merilis hasil riset dan kajian. Dari Geneva, Swiss, Senin 9 Agustus 2021, IPCC merilis laporan ilmiah 3.000 halaman tentang risiko perubahan iklim pra dan pasca tahun 2030-an. (AP, 9/9/2021).
Bunyi laporan IPCC tahun 2021 antara lain, saat ini suhu global naik 1,1 derajat Celsius sejak abad 19 M, atau level tertinggi selama 100 tahun terakhir. Manusia adalah penyebab utama lonjakan pemanasan planet Bumi sejak era pra-industri.
Kegiatan manusia memicu pelepasan gas-gas yang ‘menangkap’ panas, khususnya karbon dioksida (CO2) dan methane. Kegiatan manusia membakar bahan bakar fosil – batu-bara, minyak, kayu, dan gas alam. (IPCC, 2021). IPCC menandai tahun 2021 : ‘code re for humanity’ atau kode merah kehidupan manusia dan peradabannya di Bumi.
Masih tahun 2021, hari Senin, 1 November di kota Glasgow, Scotlandia, Inggris, delegasi sekitar 200 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan COP26 (Climate Change Conference of the Parties). Maka sejak tahun 2022 adalah tahap krusial bagi berbagai negara melakukan program nyata, radikal bahkan revolusioner guna menjaga level pemanasan planet Bumi pada kenaikan 1,5 derajat C sejak abad 19.
Tahun 2022 adalah momentum kick off Kebangkitan Alam agar sehat-lestari ekosistem Negara Kesatuan RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta merajut kelahiran tata dunia baru yang sehat-lestari, damai dan adil.
- Usut Tuntas Kasus Penembakan Polisi di Solok Selatan: Menunggu Implementasi Revolusi Mental Polri
- DPR Dukung Penuh Menko Polkam Lindungi Pelajar dari Judi Online
- Cucun Hadiri Kolaborasi Medsos DPR RI dengan Masyarakat Digital di Lembang
- SHP Pemprov Bali Belum Dicoret dari Daftar Aset, Wayan Sudirta DPR Minta Penjabat Gubernur Taati Hukum
- Melly Goeslaw: Revisi UU Hak Cipta Solusi Hadapi Kemajuan Platform Digital
- Komisi III DPR Menghadapi Dilema dalam Memilih Pimpinan dan Dewas KPK, Apa Itu?