Tahun 2022: Kick Off Kebangkitan Alam untuk Indonesia Raya dan Dunia

Oleh: Komarudin Watubun, SH, MH, (anggota DPR RI 2019-2024)

Tahun 2022: Kick Off Kebangkitan Alam untuk Indonesia Raya dan Dunia
Komarudin Watubun. Foto: Ricardo/JPNN.com

Pada pidato Pembukaan Konferensi Asia-Afrika tanggal 18 April tahun 1955 di Bandung, Jawa Barat, Presiden RI Soekarno merilis peta-dinamika abad 20: ‘This twentieth century has been a period of terrific dynamism. Perhaps the last fifty years have seen more developments and more material progress than the previous five hundred years... He has learned to project his voice and his picture across oceans and continents. He has probed deep into the secrets of nature and learned how to make the desert bloom and the plants of the earth increase their bounty. He has learned how to release the immense forces locked in the smallest particles of matter.” (Soekarno, 1955:3).

Isi pidato Presiden Soekarno itu antara lain telah melihat tanda-tanda revolusi IT—proyeksi suara dan gambar lintas lautan dan benua serta revolusi pemacahan zat terkecil. Namun, Presiden Soekarno (1955:3) menekankan bahwa keahlian IPTEK (ilmiah-teknis) tidak seiring-sejalan dengan keahlian level negarawan guna menyusun komando-kontrol arah perubahan negara.

Keahlian negarawan dalam sejarah, menurut Presiden RI Soekarno (1955:4) : “...in the history of the world, society, government and statesmanship need to be based upon the highest code of morality and ethics.” Sejarah dunia, tata-masyarakat, pemerintahan, dan negarawan harus berdasarkan etika dan moral tertinggi; maka IPTEK ciptaan manusia juga harus mengabdi kepada etika dan moral tertinggi. Bagi negara-bangsa NKRI ialah Pancasila.

Oleh karena itu, kini dan ke depan, keberlangsungan kehidupan (sehat-lestari) Negara-Bangsa adalah paling penting, paling berharga dan bernilai. Pada pidato To Build The World A New (1960) di depan Sidang Umum PBB, New York, AS, 30 September 1960, Presiden RI Soekarno sekali lagi mempertegas nilai negara-bangsa bagi tata-dunia yang adil, damai, dan merdeka : “...Kita harus melihat dunia sekarang ini... terdiri dari Negara-Negara Bangsa, masing-masing sama berdaulat dan masing-masing berketetapan hati menjaga kedaulatan itu, dan masing-masing berhak untuk menjaga kedaulatan itu.”

Berikutnya, Presiden RI Soekarno (1960) menambahkan: “Kenyataan ini jauh lebih penting daripada adanya senjata-senjata nuklir, lebih eksplosif daripada bom-bom hidrogin, dan mempunyai harga potensiil yang lebih besar untuk dunia daripada pemecahan atom...Nasib umat manusia tidak dapat lagi ditentukan oleh beberapa bangsa besar dan kuat... Tugas kita ...membangun dunia kembali!” Dinamika global dewasa ini juga ditandai oleh perlombaan sistem senjata penghancur peradaban dan kehidupan. Pemimpin sejumlah negara berlomba membangun sistem senjata nuklir, hipersonik, dan laser.

Soekarno (1945, 1955, 1960) sangat menekankan nilai dan strategi negara-bangsa (Nationale Staat) untuk kemanusiaan dan peradaban. Sebab di situlah terletak nilai dan hak kemerdekaan sebagai cita-cita utama manusia.

Presiden RI Soekarno (1955), misalnya, merilis pidato pada Konferensi Asia-Afrika di Bandung-Jawa Barat : “Let us remember that the stature of all mankind is diminished so long as nations or parts of nations are still unfree. Let us remember that the highest purpose of man is the liberation of man from his bonds of fear, his bonds of human degradation, his bonds of poverty – the liberation of man from the physical, spiritual and intellectual bonds.”

Cita-cita utama manusia bernegara-berbangsa ialah bebas dari ketakutan melalui kemerdekaan fisik, spritual, dan intelektual.

Tahun 2022 adalah momentum kick off Kebangkitan Alam agar sehat-lestari ekosistem Negara Kesatuan RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta merajut kelahiran tata dunia baru yang sehat-lestari, damai dan adil.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News