Tahun Depan Ada Kebijakan Cukai Baru, Apa saja Isinya?
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah menetapkan kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2020 dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Perkembangan situasi terakhir menunjukkan peningkatan cukup tajam prevalensi perokok usia anak dan remaja dari 7,2 persen menjadi 9,1 persen. Demikian juga terjadi kenaikan tajam perokok perempuan dari 1,3 persen menjadi 4,8 persen. Sementara Pemerintah juga menyadari bahwa sektor cukai rokok ini banyak keterkaitannya dengan sektor lainnya yaitu industri, tenaga kerja, dan petani baik petani tembakau maupun cengkeh. Oleh karenanya, pemerintah perlu mempertimbangkan semua sektor di atas di dalam mengambil kebijakan cukai hasil tembakau.
Cukai hasil tembakau adalah instrumen untuk pengendalian konsumsi rokok (legal maupun ilegal) dalam rangka mengendalikan prevalensi merokok dan kepedulian mengenai aspek kesehatan. Kebijakan ini juga bertujuan untuk mengendaikan industri hasil tembakau dengan menjaga keseimbangan antara industri padat modal dan padat karya - dan memaksimalkan pemanfaatan hasil pertanian tembakau dan cengkeh dalam negeri dibandingkan impor. Cukai hasil tembakau juga menjadi salah satu sumber penerimaan negara.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka mulai 1 Januari 2020, pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai dengan rata-rata sekitar 23 persen dan menaikkan harga jual eceran (harga banderol) dengan rata-rata sekitar 35 persen. Kebijakan tarif cukai dan harga banderol tersebut telah mempertimbangkan beberapa hal, antara lain jenis hasil tembakau (buatan mesin dan tangan), golongan pabrikan rokok (besar, menengah, dan kecil), jenis industri (padat modal dan padat karya), asal bahan baku (lokal dan impor).
Secara prinsip, besaran kenaikan tarif dan harga banderol dikenakan secara berjenjang dimana tarif dan harga banderol sigaret kretek tangan lebih rendah daripada sigaret kretek mesin dan sigaret putih mesin yang memiliki konten impor paling besar.
Dengan kenaikan tarif cukai dan harga eceran rokok yang ditetapkan pemerintah, maka perbedaan harga antara rokok legal dengan harga rokok ilegal akan meningkat. Dengan demikian untuk mengamankan kebijakan tersebut agar efektif di lapangan, Pemerintah akan melakukan peningkatan pengawasan dan penindakan atas peredaran rokok ilegal dan pelanggaran di bidang cukai.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga independen (UGM), dalam 3 tahun terakhir Bea dan Cukai berhasil menekan peredaran rokok ilegal dari 12,1 persen menjadi 7 persen di tahun 2018, dan di tahun 2019 diperkirakan akan berhasil ditekan menjadi 3 persen, angka terendah yang dicapai dalam sejarah penindakan rokok ilegal Indonesia dan juga terendah di kawasan ASEAN.
Untuk mempertahankan prestasi tersebut dan menjaga agar tidak terjadi peningkatan rokok ilegal, Presiden telah menginstruksikan sinergi antaraDirejtirat Bea dan Cukai bersama TNI, Polri, PPATK, dan aparat penegak hukum lainnya dalam mencegah tumbuhnya kembali peredaran rokok ilegal.
Penindakan di bidang cukai yang lebih intensif ini, selain diharapkan mampu menekan jumlah peredaran rokok ilegal di masyarakat juga dapat memberikan kepastian berusaha industri hasil tembakau, terhindarnya masyarakat dari mengkonsumsi barang kena cukai ilegal, dan mencegah potensi kebocoran penerimaan negara dari peredaran rokok ilegal. (jpnn)
Pemerintah menetapkan kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2020 dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh
- Bea Cukai Berikan Izin Fasilitas Kawasan Berikat untuk Perusahaan Ini
- Beri Efek Jera, Bea Cukai Nanga Badau Musnahkan Barang Hasil Penindakan Selama 2 Tahun
- Bea Cukai Beri Izin Fasilitas Kawasan Berikat untuk PT Super Optics Jakarta Indonesia
- Bea Cukai Dorong Petumbuhan UMKM Lewat Asistensi dan Pembinaan
- Bea Cukai Lepas Ekspor Kacang Tunggak & Aneka Olahan Ikan ke Belanda
- Bea Cukai Lepas Ekspor Produk Kacang Tunggak hingga Ikan ke Belanda, Sebegini Nilainya