Tahun Depan Indonesia akan Pasang Alat Pendeteksi Tsunami Baru
Indonesia tidak memiliki sistem peringatan tsunami yang berfungsi sejak 2012, karena vandalisme, kesalahan teknis, dan kekurangan dana telah menghambat kesiapsiagaan bencana.
Tetapi, bahkan jika pun ada sistem pendeteksi tsunami yang berfungsi pada saat gelombang besar di bulan Desember, generasi sistem pendeteksian tsunami yang dimiliki Indonesia saat ini tidak akan mampu memprediksi tsunami yang terjadi di Selat Sunda lataran tsunami tersebut dipicu oleh aktivitas gunung berapi.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia, Dwikorita Karnawati, mengatakan tsunami yang terjadi pada Sabtu (22/12/2018) lalu kemungkinan disebabkan oleh aktivitas vulkanik gunung Anak Krakatau.
Para ilmuwan mengatakan gelombang tsunami tercatat di beberapa tempat setinggi sekitar 1 meter, tetapi penduduk Sumur bersikeras ombak yang menerjang kawasan mereka tingginya lebih dari 3 meter.
Photo: Para ilmuwan mengatakan tanah longsor di gunung berapi Anak Krakatau yang memicu tsunami itu seperti menjatuhkan sekarung pasir ke dalam bak air. (ABC News)
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat gunung Anak Krakatau telah meletus sejak Juni lalu dan kembali mengalami erupsi 24 menit sebelum tsunami terjadi.
Ilmuwan lain mengatakan tanah longsor di bawah laut mungkin juga berkontribusi terhadap bencana ini.
"Kami pikir kami semua akan mati"
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata