Tak Ada Kasta dalam Pendidikan
Kamis, 03 Juni 2010 – 11:44 WIB
Jangan terlalu dini untuk mengatakan hal itu. Kita harus lihat sama-sama. Jadi begini, jika dilihat dari kondisi saat ini khususnya di tingkat SD dan SMP, kita dapat mengetahui participant-nya. Saya punya data struktur ekonomi yang dibagi ke dalam 5 bagian. Yakni, 20 persen sangat miskin, 20 persen agak miskin, 20 persen cukup, 20 persen agak kaya, dan 20 persen sangat kaya. Untuk SD tidak ada bedanya. Anak yang berasal dari keluarga termiskin bisa sekolah. Itu maknanya apa? biaya pendidikan terjangkau. SMP juga demikian. Tidak ada bedanya anak miskin dengan anak yang sangat kaya. Semuanya sama-sama sekolah.
Jadi ini semua adalah manfaat dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Berapa dana BOS ? Dana BOS itu Rp 20 triliun. Untuk apa? Untuk memberikan bantuan operasional agar anak-anak tidak usah bayar sekolah. Khususnya jenjang SD-SMP. Jadi, bertahap nantinya Indonesia, biaya pendidikan akan terjangkau dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Dan semua itu memang masih harus bertahap, tidak bisa serta merta.
Dengan dibatalkannya UU BHP oleh MK, apakah itu artinya negara akan kembali aktif mensubsidi biaya pendidikan di perguruan tinggi? Atau jangan-jangan Pak Menteri lagi cari strategi model baru, yang sama dengan BHP?
Kita semua tentu merasakan bahwa Perguruan Tinggi cukup mahal.Tapi kita kembali ke awal tadi. Bagaimana pun pemerintah akan tetap berusaha untuk membuat pendidikan ini murah dan dapat dinikmati oleh semuanya. Dari situ pula lah, mengapa kita mengeluarkan kebijakan. Karena gap antara termiskin dan terkaya cukup tinggi. Jadi, gap-nya anak – anak mahasiswa sangat kaya dan sangat miskin sangat tinggi. Namun kalau dilihat – lihat lagi, sebelum BHP ada, sekolahnya juga sudah ada toh? He he he .