Tak Diawasi, Malah jadi Alat Intimidasi Petugas

Tak Diawasi, Malah jadi Alat Intimidasi Petugas
AHLI - Reza Indragiri Amriel MCrim (Forpsych), Ketua Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara dan pengajar PTIK yang menekuni ilmu psikologi forensik termasuk pemeriksa kebohongan. Foto: Ridlwan/Jawa Pos.
Setelah data-data itu dianggap cukup, baru masuk ke substansi pemeriksaan. "Dalam kasus Ary Muladi, misalnya, ditanya apa benar menyuap, bertemu di mana, dan seterusnya," ungkap Reza mencontohkan.

Nah, hasil keduanya dibandingkan. "Kalau petugas menemukan perbedaan, seolah-olah disimpulkan bahwa subjek berbohong," kata ayah dari Menza Fadiyan Amriel (6) dan Devinza Amriely (5) tersebut.

Bagaimana jika hasilnya sama? Menurut Reza, petugas lantas bisa masuk ke fase ketiga. "Ini disebut post test. Sayangnya, karena tidak ada pengawasan, tes ini bisa dijadikan ajang intimidasi petugas kepada subjek," tegasnya.

Dia mencontohkan, petugas bisa saja menyodorkan data palsu agar subjek gugup. "Misalnya bilang ke subjek, lihat suhumu naik, tekanan darah meninggi, kamu berkeringat. Jadi, kamu bohong ya? Karena tekanan itu, subjek menjadi cemas, tegang, bingung. Ujung-ujungnya, data berubah," ujarnya.

Lie detector (alat pendeteksi kebohongan) sempat disinggung Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di depan Komisi III DPR ketika menjelaskan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News