Tak Diawasi, Malah jadi Alat Intimidasi Petugas
Rabu, 11 November 2009 – 04:05 WIB

AHLI - Reza Indragiri Amriel MCrim (Forpsych), Ketua Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara dan pengajar PTIK yang menekuni ilmu psikologi forensik termasuk pemeriksa kebohongan. Foto: Ridlwan/Jawa Pos.
Setelah data-data itu dianggap cukup, baru masuk ke substansi pemeriksaan. "Dalam kasus Ary Muladi, misalnya, ditanya apa benar menyuap, bertemu di mana, dan seterusnya," ungkap Reza mencontohkan.
Nah, hasil keduanya dibandingkan. "Kalau petugas menemukan perbedaan, seolah-olah disimpulkan bahwa subjek berbohong," kata ayah dari Menza Fadiyan Amriel (6) dan Devinza Amriely (5) tersebut.
Bagaimana jika hasilnya sama? Menurut Reza, petugas lantas bisa masuk ke fase ketiga. "Ini disebut post test. Sayangnya, karena tidak ada pengawasan, tes ini bisa dijadikan ajang intimidasi petugas kepada subjek," tegasnya.
Dia mencontohkan, petugas bisa saja menyodorkan data palsu agar subjek gugup. "Misalnya bilang ke subjek, lihat suhumu naik, tekanan darah meninggi, kamu berkeringat. Jadi, kamu bohong ya? Karena tekanan itu, subjek menjadi cemas, tegang, bingung. Ujung-ujungnya, data berubah," ujarnya.
Lie detector (alat pendeteksi kebohongan) sempat disinggung Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di depan Komisi III DPR ketika menjelaskan
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu