Tak Diawasi, Malah jadi Alat Intimidasi Petugas
Rabu, 11 November 2009 – 04:05 WIB
Teroris juga disebutnya ahli mengelabui lie detector. "Mereka dilatih untuk itu. Misalnya, sengaja memunculkan rasa sakit dengan menggigit lidah. Akibatnya, ada perubahan grafik yang tercatat, pemeriksa akan terkecoh," katanya.
Reza menambahkan, tidak ada seorang pun yang bisa 100 persen memastikan kejujuran maupun kebohongan orang lain. Berdasar referensi ahli psikologi forensik Aamodt dan Mitchell (2004), katanya pula, sesama penjahat memiliki akurasi paling tinggi (65,40 persen), disusul agen rahasia (64,12 persen), psikolog (61,56 persen), lalu hakim (59,01 persen) dan polisi (55,06 persen).
"Karena itu, misalnya dalam interogasi kasus terorisme, polisi terkesan lebih hebat karena punya Nasir Abbas yang mantan teroris dan bekerja untuk Densus," ungkapnya.
Sebenarnya, ada cara lebih sederhana tapi jitu mendeteksi kebohongan. "Yakni, dengan memandang pupil mata orang yang sedang diperiksa," tegasnya.
Lie detector (alat pendeteksi kebohongan) sempat disinggung Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di depan Komisi III DPR ketika menjelaskan
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408