Tak Diawasi, Malah jadi Alat Intimidasi Petugas

Tak Diawasi, Malah jadi Alat Intimidasi Petugas
AHLI - Reza Indragiri Amriel MCrim (Forpsych), Ketua Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara dan pengajar PTIK yang menekuni ilmu psikologi forensik termasuk pemeriksa kebohongan. Foto: Ridlwan/Jawa Pos.
Teroris juga disebutnya ahli mengelabui lie detector. "Mereka dilatih untuk itu. Misalnya, sengaja memunculkan rasa sakit dengan menggigit lidah. Akibatnya, ada perubahan grafik yang tercatat, pemeriksa akan terkecoh," katanya.

Reza menambahkan, tidak ada seorang pun yang bisa 100 persen memastikan kejujuran maupun kebohongan orang lain. Berdasar referensi ahli psikologi forensik Aamodt dan Mitchell (2004), katanya pula, sesama penjahat memiliki akurasi paling tinggi (65,40 persen), disusul agen rahasia (64,12 persen), psikolog (61,56 persen), lalu hakim (59,01 persen) dan polisi (55,06 persen).

"Karena itu, misalnya dalam interogasi kasus terorisme, polisi terkesan lebih hebat karena punya Nasir Abbas yang mantan teroris dan bekerja untuk Densus," ungkapnya.

Sebenarnya, ada cara lebih sederhana tapi jitu mendeteksi kebohongan. "Yakni, dengan memandang pupil mata orang yang sedang diperiksa," tegasnya.

Lie detector (alat pendeteksi kebohongan) sempat disinggung Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di depan Komisi III DPR ketika menjelaskan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News