Tak Efisien, Pabrik Gula BUMN Harus Dikurangi
jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Perindustrian meminta perusahaan pelat merah mengurangi jumlah pabrik gula yang dikelolanya. Pasalnya, banyaknya pabrik gula yang dimiliki BUMN justru dinilai tidak efisien.
Menteri Perindustrian Saleh Husein mengatakan, pabrik gula BUMN rata-rata memiliki kapasitas yang relatif kecil. Yakni, tidak lebih empat ribu ton tebu per hari. Sementara, kebutuhan gula nasional saat ini mencapai 5,7 juta ton.
Rinciannya ialah 2,8 juta ton Gula Kristal Putih (GKP) untuk konsumsi masyarakat dan 2,9 juta ton Gula Kristak Rafinasi (GKR) untuk memenuhi kebutuhan industri. Nah, demi efisiensi, pihaknya mendorong pengurangan jumlah pabrik gula milik BUMN.
"Saat ini di Indonesia GKP diproduksi oleh 62 pabrik gula, terdiri dari 50 pabrik gula BUMN dan 12 pabrik gula swasta," ujar Saleh saat rapat kerja bersama Kementerian BUMN di Komisi VI DPR, Jakarta, Senin (6/4).
Saleh menambahkan, mesin-mesin yang digunakan sudah berumur tua. Mesin-mesin itu mayoritas berusia di atas 100 tahun. Selain itu, jumlah karyawan juga dianggap kurang efisien.
"Banyaknya jumlah karyawan menyebabkan efisiensi dan mutu gulanya relatif rendah karena hanya beroperasi sekitar 150 hari dengan jumlah karyawan mencapai seribu," sebutnya.
Dia menegaskan, pihaknya akan mendorong peningkatan produksi dan kualitas gula yang lebih baik. Salah satunya melalui pembangunan pabrik gula baru yang diarahkan di luar Pulau Jawa dengan kapasitas minimal 10 ribu ton tebu per hari. (chi/jpnn)
JAKARTA - Kementerian Perindustrian meminta perusahaan pelat merah mengurangi jumlah pabrik gula yang dikelolanya. Pasalnya, banyaknya pabrik
- PT Pegadaian Resmi Jadi Bank Emas, Legislator: Langkah Positif
- Sambut Investasi Apple di Indonesia, Pemerintah Diimbau Perkuat 4 Hal Ini
- Kontribusi Koperasi Bisa Lebih Besar daripada BUMN atau Swasta
- Pertamina Hulu Rokan Catatkan Lifting Minyak 58 Juta Barel Sepanjang 2024
- Mowilex Raih Sertifikasi CarbonNeutral untuk Keenam Kalinya
- Awal Tahun, USD Hari Ini Masih Bertengger di Rp 16 Ribuan, Kapan Turun?