Tak Keberatan Dijuluki si Pembawa Kabar Bencana
Apa saja yang dilakukan Sutopo saat menjalani karirnya sebagai pembawa kabar bencana selama ini? Berikut petikan wawancara wartawan JPNN Natalia Laurens dengan Sutopo di ruang kerjanya, lantai 4 Gedung BNPB Jalan Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta, pada Rabu, (18/12).
Sejak kapan Anda menjabat sebagai Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB?
Saya masuk jadi Kepala Pusat Data dan informasi BNPB itu Desember 2010. Awalnya saya peneliti di BPPT. Kemudian sekitar Agustu 2010 diperbantukan di BNPB. Waktu itu saya menjabat direktur pengurangan resiko bencana BNPB. Saya tangani prabencana. Waktu itu bencana Wasior. Saya sampaikan kepada Kepala BNPB. Sebenarnya di BPPT saya sudah banyak bergaul dengan wartawan, karena waktu Bencana Situ Gintung, saya sendirian ngomong karena saya punya data sendiri. Nah waktu mau pindah ke sini saya dikasih tahu nanti kamu di BNPB enggak bisa ngomong bebas ke wartawan karena kamu kan peneliti. Di sana birokrat. Akhirnya saya juga mengurangi dekat dengan wartawan saat itu. Wasior saya punya data, saya enggak kasih statement apa-apa. Kemudian terjadi tsunami Mentawai. Selang sehari Merapi meletus. 25-26 Oktober 2010. Waktu di Mentawai saya memberikan statement karena yang punya data semua saya, ya kasih semua ke wartawan. Saya kan biasa bawa laptop, kalian belum tentu punya fotonya semua. Saya kasih. Kemudian waktu bencana Merapi besar. Di sini kosong jabatan waktu itu. Akhirnya saya dilantik. Saya bilang pak saya kan enggak punya background tentang kehumasan. Kemudian Pak Syamsul Kepala BNPB yang pernah jadi Kapuspen TNI di zaman reformasi, dia memberi tahu 'udahlah Topo kamu kan doktor, kamu bisa menjelaskan pada masyarakat dengan lebih ilmiah, komprehensif sehingga masyarakat menjadi tenang. Nah akhirnya saya jadi banyak tampil. Kata orang saya memberitahukan soal data-data itu sehingga masyarakat jadi tenang. Itu kata orang lho, saat itu saya masih dua jabatan. Akhirnya saya dilantik.
Bagaimana cara Anda mengembangkan diri di jabatan baru itu, sebelumnya kan tidak ada pengalaman?
Saya mencari cara bagaimana supaya saya bisa sampaikan informasi pada masyarakat melalui media massa. Bagaimanapun wartawan adalah mitra saya. Mereka sangat efektif sekali karena dalam kejadian-kejadian bencana mereka kadang lebih cepat dibanding saya. Waktu itu di akhir 2010 itu, saya baru pakai blackberry. Waktu itu cuma 100 lah teman-teman di BlackBerry Messengernya. Masih nyampur, bukan cuma wartawan. Terus semua informasi saya kirim satu-satu informasinya. Ngirim satu-satu capek. Sama anak saya dibilang, ngirimnya jangan gitu, 'dibroadcast' aja. Lalu diajari anak saya. Oh ternyata bagus sekali. Setelah itu saya lakukan, wartawan langsung pada BBM bilang terimakasih. Lalu media onlinenya jadi banyak menulis.
Saya pikir-pikir ini harus saya manfaatkan BlackBerry, meski saya punya twitter, facebook, youtube, milis email 1000 lebih wartawannya. Tapi paling efektif BBM ini, karena bunyi sedikit langsung dibaca. Akhirnya saya beli dua handphone untuk menghandle kerja saya.
Berarti harus memiliki banyak smartphone untuk pekerjaan ini, kan Indonesia rawan bencana?
Wah saya sudah punya BlackBerry lebih dari 10 gonta-ganti. BlackBerry saya kan sering rusak karena terlalu banyak juga penggunaannya. Saya ngetik berita juga di BB, sama seperti wartawan online. Saya sampai punya powerbank dua, ngecharge terus batereinya. Kemana-mana selalu bawa kabel. Kayak wartawan juga jadinya. Sampai ada wartawan bilang 'Pak Topo itu kan narasumber, kok malah lebih pontang-panting kerja lebih keras dibanding saya'. Lah ya memang begitu karena saya juga mencari data.