Tak Mau Bayar 'Perangko' karena Baru Dapat Anugerah dari Presiden
Sabtu, 06 April 2013 – 02:39 WIB
Setiap hari, perempuan kelahiran Palu, 17 Mei 1974 itu harus jalan kaki menembus semak belukar dan bebatuan di lereng pegunungan Gawilese untuk bisa bertemu dan berbagi ilmu dengan anak didiknya. Itu dilakukannya sejak 2003 silam dengan alasan tertantang membuka kelas jauh di daerah Pegunungan Gawilese.
Awalnya idenya untuk membuka kelas di daerah terpencil dinilai mengada-ada, karena medannya yang sangat berat. Terlebih banyak guru bersertifikasi yang ditawarkan menolak mentah-mentah kendati diiming-imingi gaji Rp 5 juta per bulan. Di tengah keputusasaan pemerintah, Indrawati menyodorkan diri untuk membuka kelas jauh tersebut.
Meski dia mendapat pertentangan dari sang suami, Indrawati tetap nekat mewujudkan keinginannya. "Saya tersentuh melihat anak-anak gunung yang keinginan bersekolahnya sangat besar. Mereka semangat bersekolah namun fasilitasnya tidak ada. Itu sebabnya saya terpanggil untuk mengabdikan diri saya bagi anak-anak Gunung Gawilese," ucapnya.
Dia begitu terkejut melihat keadaan di lereng pegunungan tersebut yang masih berupa hutan belukar dan dipenuhi ilalang. Bersama Kepala Desa Mantikole, Indrawati mulai membangun sekolah sederhana. Uniknya, seluruh fasilitas mulai penyanggah gubuk, atap, bangku, dan meja menggunakan bahan dari alam.
Berprestasi dengan segudang penghargaan ternyata bukan jaminan untuk lolos menjadi CPNS honorer K1. Uang masih menjadi faktorutama dan menjadi primadona
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala