Tak Peduli Hak Cipta, Ikhlas Bukunya Dibajak

Tak Peduli Hak Cipta, Ikhlas Bukunya Dibajak
George Junus Aditjondro saat peluncuran bukunya 'Gurita Cikeas' di Doekoen Caffee, Pancoran, Jakarta, 30 Desember 2009. (foto: Hendra Eka/Jawa Pos)
"Kalau bikin mata kuliah pemerintahan bersih mungkin tidak laku. Tapi, ketika menawarkan mata kuliah sosiologi korupsi, saya diterima mengajar di sana (Australia). Mungkin karena punya track record (menulis buku soal pemerintahan yang korup, Red)," ujar pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, 27 Mei 1946 itu. George mengaku ide menyusun mata kuliahnya terinspirasi dari buku Sosiologi Korupsi karya Syed Hussein Alatas yang terbit pada 1986. Sosiolog Malaysia kelahiran Bogor itu lewat bukunya menjelaskan bahwa praktik korupsi berlangsung masif sejak zaman kekaisaran Romawi, China, bahkan kerajaan Mesir kuno.

"Saya memang start dari buku Syed Hussein Alatas itu," ujar George. Dia menjelaskan, karena materi sosiologi korupsi begitu luas, diperlukan adanya spesialisasi. Saat itu, menurut George, belum ada yang secara spesifik menyoroti korupsi kepresidenan. Merasa memiliki "modal" dari buku pertamanya yang menyoroti korupsi di era Orba, dia memilih terus berkonsentrasi terhadap persoalan itu.

"Sebenarnya banyak peneliti dan buku yang membahas korupsi di Indonesia. Tapi, masih terlalu umum," ungkapnya.

Pada 2006, George menulis lagi buku berjudul Korupsi Kepresidenan, Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa. Sesuai judulnya, buku ini lebih dalam lagi menyoroti praktik korupsi di lingkaran kepresidenan. Tidak hanya Soeharto, tapi sudah menyentuh era Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, SBY, sampai Jusuf Kalla.

"Jadi, buku Gurita Cikeas yang saya tulis harus dilihat bergandengan dengan buku korupsi kepresidenan yang lain. Intinya, buku ini merupakan kelanjutan proses intelektual," kata George. Karena itu, dia membantah keras berbagai tudingan seolah-olah bukunya disponsori pasangan capres-cawapres yang kalah dalam Pilpres 2009. George menyampaikan, saat ini dirinya menyiapkan edisi revisi untuk bukunya: Membongkar Gurita Cikeas. Menurut dia, proses revisi merupakan kelaziman dalam dunia ilmiah dan tulis-menulis. seorang peneliti atau penulis buku tidak mungkin bisa sempurna hanya dengan satu atau dua edisi.

Sejak resmi dirilis dua pekan lalu, buku Membongkar Gurita Cikeas sukses menyedot perhatian publik. Mengapa sang penulis, George Junus Aditjondro,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News