Tak Semua Kenyataan Indah Diterima Para Driver Online
Menggunakan teknologi dan retorika, perusahaan transportasi daring berhasil mendikte pengemudi dan dalam waktu yang sama menciptakan ilusi hubungan yang setara.
"Sistem tersebut menciptakan ketimpangan akses dan kuasa yang membuat perusahaan mampu memaksa pengemudi terus memeras keringat. Di saat yang sama, perusahaan mengeliminasi hak-hak pengemudi sebagai pekerja dan membebankan biaya dan risiko kepada mereka," imbuhnya.
Memang benar bahwa pengemudi bisa memutuskan untuk mematikan aplikasi kapan pun mereka mau.
Namun, kenyataannya tak sesederhana itu. Sesudah masuk ke dalam app, program tersebut mengontrol pengemudi – ke mana mereka pergi, pesanan apa yang mereka ambil.
Pilihan pekerjaan datang dalam hitungan detik. Pengemudi hanya memiliki waktu 10 detik untuk memilih “terima” atau “menolak” order yang ditujukan pada mereka.
Gojek, Grab, dan Uber mengatur jumlah minimum penerimaan pesanan yang membuat pengemudi harus terus-menerus mengambil penumpang.
Jumlah order yang dijalankan sangat menentukan dalam pendapatan bonus bagi pengemudi.
Tarif pengemudi (Rp 1.000-2.000 per kilometer untuk ojek) tidak cukup menutupi kebutuhan hidup. Akibatnya, kebanyakan pengemudi bergantung pada bonus harian sebagai pendapatan utama.
Perusahaan semakin sering mengubah dan menambah aturan tanpa melibatkan para driver
- Mayat di Kali Malang Ternyata Sopir Taksi Online Korban Pembunuhan
- Pelaku Pengeroyokan Sopir Taksi Online di Tol Dalam Kota Jakarta Ditangkap
- Dipukul Oknum Polisi, Sopir Taksi Online Mengadu ke Polda
- 2 Pria Merampas Mobil dan Menikam Sopir Taksi Online, Terancam Lama di Penjara
- 2 Pembunuh Sopir Taksi Online Ditangkap Polisi, Salah Satunya Mahasiswa di Jambi
- Detik-Detik Pembunuhan Sopir Taksi Online di Sukabumi, Pelakunya Sadis