Taksi Online Protes Keras Pembatasan Kuota
Menurut dia, dua jenis transportasi umum itu sebenarnya berbeda, tidak berada dalam satu trayek.
Terutama dalam hal manajemen. ''Bedakan antara perusahaan angkutan umum dan perusahaan aplikasi," tegasnya.
Wahid menjelaskan, perusahaan bebas memilih model manajemen, apakah menggunakan cara konvensional atau online.
Pria yang juga menjabat ketua Ikatan Keluarga Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (IKA ITS) Wilayah Jatim itu menambahkan, model manajemen online sebenarnya sudah ada bertahun-tahun lalu pada taksi konvensional berbentuk sedan.
Taksi tersebut telah memiliki aplikasi sehingga memudahkan konsumen. ''Kenapa yang sudah online sejak lama itu tidak diributkan? Apa bedanya dengan online yang sekarang?" ungkapnya.
Sejatinya, hal yang dipermasalahkan adalah banyaknya angkutan pribadi yang beroperasi tanpa izin sebagai angkutan umum.
Pengemudi dianggap tidak mengantongi SIM transportasi publik.
Dalam praktiknya, mungkin saja konsumen lebih memilih angkutan pribadi dengan beberapa pertimbangan.
Di antaranya, kendaraan yang lebih terawat dengan biaya lebih murah.
Tiga perusahaan penyedia aplikasi mobilitas on-demand (angkutan online), yakni Go-Jek Indonesia, Grab Indonesia, dan Uber Indonesia, protes merespons
- Dipukul Oknum Polisi, Sopir Taksi Online Mengadu ke Polda
- Konon Mobil Digelapkan Sang Suami, Kimberly Ryder Naik Taksi Online
- Wanita Disabilitas Korban Pelecehan Seksual Sopir Taksi Online
- Sadis, Sopir Taksi Online Ditikam dan Mobilnya Dirampas
- Pembunuh Sopir Taksi Online di Semarang Divonis Penjara Seumur Hidup
- Detik-Detik Pembunuhan Sopir Taksi Online di Sukabumi, Pelakunya Sadis