Takut Sakit
Oleh: Dahlan Iskan
Dalam perjalanan suksesnya, Purdue Pharma akhirnya menetapkan diri sebagai spesialis di bidang obat painkiller. ”Orang itu menderita karena sakit. Purdue Pharma membuat orang tidak lagi menderita”. Kira-kira begitu moto corporate image-nya.
Ketika gugatan datang bertubi-tubi, Purdue Pharma akhirnya setuju: membayar 6 miliar dolar AS (sekitar Rp 86 triliun) untuk rehabilitasi pasien yang kecanduan. Tapi, itu belum dianggap cukup. Mereka yang meninggal tidak bisa direhabilitasi. Dan jumlahnya begitu besar.
Perkembangan perkara obat painkiller itu tambah serius. Apalagi, pemilik perusahaan masih berusaha mengubah nama untuk penyelamatan masa depannya. Nama Purdue Pharma akan diganti dengan Knoa Pharma. Tujuannya: obat lain produk Purdue tetap hidup.
Richard Stephen Sackler, sang konglomerat, mewarisi perusahaan dari ayahnya. Mendiang sang ayah membeli perusahaan itu dari orang lain.
Nama Purdue Pharma sama sekali tidak ada kaitan dengan Purdue University yang terkenal sekali itu. Yang Anda sudah tahu di mana kampusnya: di dekat Lafayette, Indiana.
Hanya kebetulan nama pendiri Purdue Pharma ini John Purdue, meski sebenarnya punya nama belakang Gray. Sementara John Purdue yang terkait dengan Purdue University adalah seorang konglomerat dari Lafayette, Indiana, yang menyumbang uang dan tanah untuk mendirikan Purdue University.
Itu pertengahan 1980 –puluhan tahun sebelum Purdue Pharma lahir di New York.
Sackler junior sendiri seorang dokter. Ketika bergabung ke perusahaan keluarga, Sackler junior itulah yang mengurus bagian riset, pengembangan, sekaligus yang memimpin marketing.