Tambang Franklin

Dahlan Iskan

Tambang Franklin
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Untuk semua itu NU tidak cukup dibantu para konsultan. NU perlu bantuan Bung Karno dan Bung Hatta. Bahkan mungkin perlu bantuan Presiden Amerika Serikat terhebat dalam sejarah: Benjamin Franklin.

Baca Juga:

Pun di setiap tahap pengoperasian tambang. Harus ada izin. Bung Karno dan Benjamin Franklin perlu sering-sering dihadirkan.

Di situlah tantangan halal-haram dipertaruhkan. Izin-izin itu tidak hanya menyangkut restu dan dokumen. Tetapi juga sampai pada siapa yang mengetik izin, siapa yang menyiapkan nomor izin, siapa yang mengambilkan stempel, siapa yang mengagendakan surat keluar.

Untuk yang bagian ini mungkin tidak perlu Benjamin Franklin. Cukup Bung Karno yang turun tangan.

Dari segi teknis perizinan, NU mampu: NU sudah akrab dengan Bung Karno. Soal halal-haram mungkin bisa pakai hukum darurat.

Mungkin, ketika mengantarkan Bung Karno atau B. Franklin lakukanlah sambil berdzikir --mirip saran saat menyembelih babi bacalah "bismillah...".

Sepanjang masih ada Bung Karno dan B. Franklin semua kesulitan bisa diatasi. Yang penting izin tambangnya sudah di tangan. Lalu lokasi tambangnya benar-benar sekelas Sandra Dewi. Akan banyak investor yang berminat. Terlalu banyak. Rebutan. Asal jangan dipersoalkan siapa mereka.

Untuk mengundang investor perlu konsultan yang lain lagi: konsultan keuangan. Banyak yang mau jadi konsultan keuangan. Berebut.

Mampukah NU memiliki tambang batu bara dan mengelolanya? Memilikinya pasti mampu. Mengelolanya? Apalagi yang bisa membuat tambang itu tidak haram?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News