Tanda Memilih di Pilkada Segera Diperjelas

Tanda Memilih di Pilkada Segera Diperjelas
Tanda Memilih di Pilkada Segera Diperjelas

jpnn.com - JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menjelaskan, pihaknya saat ini sedang menyusun rumusan revisi Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Nantinya, UU itu akan dipecah menjadi tiga UU, yakni UU pemda, UU pilkada, dan UU tentang pemerintahan desa.

Yang paling mendesak, saat ini dibutuhkan regulasi yang jelas mengenai misalnya, model pemberian tanda memilih pada pilkada 2010 mendatang. "Apakah tetap dengan mencoblos, atau dengan moncontreng seperti pemilu 2009. Ini perlu ketentuan yang jelas," ungkap Gamawan Fauzi akhir pekan lalu di kantornya.

Hal lain yang dipandang mendesak, masalah boleh tidaknya pengunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai bukti untuk bisa memberikan hak suaranya. Pasalnya, hingga saat ini belum ada ketentuan yang tegas di UU No.32 Tahun 2004 mengenai hal tersebut. Padahal, pada pilpres 2009 lalu, KTP bisa digunakan untuk memilih.

Seperti diketahui, saat ini Depdagri sudah menghimpun masukan dari sejumlah pakar pemerintahan daerah dan pakar hukum, yang tergabung dalam Tim 9. Dalam pertemuan itu, banyak hal yang didiskusikan terkait rencana revisi Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan penyiapan rancangan paket UU politik. Salah satu yang dibicarakan adalah mengenai ide pelaksanaan pilkada dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia.

Gamawan mengatakan, gagasan pelaksanaan pilkada serentak memang baik. Haya saja, tetap harus dipikirkan sisi-sisi lainnya. Antara lain, dia membayangkan betapa repotnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili gugatan sengketa pilkada. Mantan Gubernur Sumbar itu menyebutkan, saat ini sudah ada 524 daerah provinsi dan kabupaten/kota. Bila di setiap daerah itu nantinya ada satu pasangan calon saja yang yang mengajukan gugatan ke MK, maka jumlah gugatan yang masuk ke MK ada 524 gugatan. Gugatan bakal lebih banyak lagi bila misalnya di satu daerah ada lebih dari pasang calon yang mengajukan gugatan sengketa pilkada.

"Jadi yang seperti itu harus juga diantisipasi, karena pilkada serentak secara otomatis nantinya pengajuan gugatan sengketa ke MK juga serentak," beber Gamawan Fauzi usai shalat Jumat di Depdagri, kemarin (6/11).

Konsekuensi kedua bila pilkada di 524 daerah dilakukan serentak juga terjadi pada beratnya beban anggaran yang harus dikeluarkan negara, dimana anggaran harus juga dikeluarkan secara serentak. Meski anggaran pilkada dari APBD, tapi bantuan dari APBN tetap harus ada karena kemampuan keuangan daerah tidak merata.

Seperti telah diberitakan, tim 9 yang diketuai Prof Ramlan Surbakti itu mengusulkan agar pemilu nasional dilaksanakan secara terpisah dengan pemilu lokal atau pemilu daerah. Untuk pemilu nasional khusus untuk memilih presiden-wakil presiden, anggota DPR, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Anggota Tim 9, Hadar Nafis Gumay menjelaskan, untuk pemilu lokal, khusus untuk memilih anggota DPRD dan kepala daerah-wakil kepala daerah. "Jadi, pilkada dilakukan bersamaan dengan pemilihan anggota DPRD. Istilahnya mungkin pemilu lokal," ujar Hadar.

JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menjelaskan, pihaknya saat ini sedang menyusun rumusan revisi Undang-Undang No.32 Tahun

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News