Tanggalkan Masker, Pilih Kacamata Hitam Agar Tak Grogi di Depan Mayat
Setelah mendalami dan mengeksplorasinya, dia semakin ”jatuh cinta” pada mayat. Kendati tidak pernah menjadi cita-citanya, dia menganggap pekerjaan tersebut dekat dengan jiwanya. Dia pun belajar keras melahap secara otodidak setiap materi ilmu yang disebut thanatology, yaitu ilmu kematian. Upaya tersebut dimaksudkan untuk mengolah terus logikanya setiap menghadapi teka-teki perkara.
Pudji mengibaratkan mayat sebagai bentuk karya seni alam istimewa yang diciptakan Sang Mahakuasa. Seni tersebut dianggapnya sangat dinamis karena banyak rasa yang mengiringinya saat bertugas. ”Ibarat lukisan bila sudah tergambar di atas kanvas, seperti itu saja. Kalau mayat, lebih dinamis karena ada perubahan yang unik setiap detailnya,” ujar Pudji.
Selain itu, dia memercayai adanya logika yang bisa dipelajari dalam tiap perubahan pada satu sosok jasad. Hubungan TKP dan mayat dianggapnya tempat persimpangan bertemunya perasaan atau insting, logika dengan hukum.
’’Setiap menitnya pasti berubah, mulai kaku mayat, lebam mayat, kembali kaku lagi, pembusukan, dan seterusnya. Dari tanda-tanda tersebut, dapat ditelusuri urutan kronologi dan penyebab kematian jenazah itu,” papar penghobi burung kicau tersebut.
Menghadapi mayat yang meninggal dalam keadaan tidak lazim bagaikan kesempatan emas baginya berunjuk gigi. Salah satunya pada akhir Oktober lalu kasus pembunuhan dengan pot bunga. Pembunuhan sadis tersebut terjadi tepat satu hari setelah ulang tahunnya. Perintah Kapolrestabes Surabaya langsung turun kepadanya untuk menyelidiki kasus tersebut.
Tugas yang diamanatkan kepadanya seolah menjadi kado berharga mengawali usia 41 tahun. Hasilnya tidak lebih dari 12 jam, dia berhasil mengungkap peristiwa pembunuhan itu. Dengan digabungkan bukti-bukti lain dan keterangan saksi, kasus tersebut diungkap. Pembunuhnya tidak lain adalah suaminya sendiri.
Meski terkesan nyentrik, Pudji mengaku tidak punya ritual khusus. Alih-alih mengenakan masker, Pudji malah mengenakan kacamata hitam. Alasannya juga tidak lazim. ’’Biar tak grogi di depan mayat,’’ terangnya, kemudian terkekeh. Dia juga selalu menolak mengenakan masker ketika melakukan olah TKP. Menghilangkan bau asli, katanya.
Selain itu, dia sensitif dan kesal saat mendapati TKP yang dihadapinya ”tercemar”. Misalnya, pengelola apartemen yang sengaja menaburkan bubuk kopi di sekitar kamar untuk mengurangi bau busuk mayat yang menyengat. Dia bahkan pernah mengusir dari TKP seorang Kapolres di daerah Jatim. Saat itu perwira tersebut mengoleskan minyak angin untuk mengurangi bau busuk yang masuk ke hidungnya.
Bagi banyak orang, mayat merupakan sesuatu yang seram dan kalau bisa tidak usah berdekat-dekatan. Namun, bagi anggota Unit Indonesia Automatic Fingerprint
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408