Tanggapan Warga Diaspora Indonesia Soal 'Australia Day' yang Kontroversial

Tanggapan Warga Diaspora Indonesia Soal 'Australia Day' yang Kontroversial
Komunitas Indonesia di Melbourne dalam acara Australia Day pada tahun 2020. (ABC News: Natasya Salim)

Duapuluh empat warga Indonesia, termasuk para mahasiswa, dari beragam komunitas daerah turun ke jalanan pusat kota Adelaide.

Julia Wanane, Presiden Australia Indonesia Association (AIA) SA Inc. mengatakan mereka akan mengenakan pakaian daerah dengan beberapa membawa alat musik tradisional.

"Saya pikir Australia Day adalah momen yang baik untuk bersama merayakan keberagaman di Australia, meski pun mungkin bagi masyarakat Pribumi itu adalah hari di mana orang kulit putih datang dan mengambil tanah mereka," kata Julia.

Secara pribadi, Julia berpendapat Pemerintah Australia sudah berusaha untuk merangkul masyarakat Pribumi melalui kebijakan-kebijakan yang ada.

Dalam acara Australia Day tahun ini, ia mengatakan pihak penyelenggara meminta dua perwakilan dari setiap kelompok budaya untuk mengikuti upacara asap tradisional warga Pribumi, dikenal dengan sebutan 'Welcome to Country'.

"Di sana mereka akan diajarkan gerakan secara langsung oleh Indigenous elder [pemimpin penduduk Pribumi]," katanya.

"Jadi kita diajari untuk menunjukkan bahwa kita menghormati dan menghargai penduduk Pribumi, kebudayaan mereka dan mau belajar budaya mereka meski dari latar belakang kebudayaan berbeda."

Selain acara tradisional penduduk Pribumi, perayaan Australia Day yang bertema "Rekonsiliasi" di Adelaide juga akan diwarnai dengan pertunjukan kembang api dan musik, pengibaran bendera, hingga beragam makanan.


Dalam pawai 'Australia Day' komunitas migran biasanya menampilkan tarian dan busana dari negara asal mereka, termasuk dari Indonesia.


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News