Tanggapi Sengketa Laut Internasional, Mantan PM Australia ‘Serang’ China
Mantan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, melontarkan pernyataan yang menyerang China, dengan mengatakan bahwa negara komunis itu tak memiliki "nilai-nilai" yang sama dengan Australia.
Salinan draf pidato Tony Abbott di Tokyo pada (26/2) mengatakan, Jepang dan Australia memiliki "hubungan khusus karena tak hanya didasarkan pada kepentingan bersama, tetapi juga pada nilai-nilai bersama".
Sebaliknya, pidato Abbott tersebut mengatakan, walau “Perekonomian Australia lebih erat dengan China dibandingkan dengan negara lain, hubungan itu masih merupakan kemitraan 'kepentingan' ketimbang satu 'nilai' yang sama."
Dalam pidato Mantan PM Abbott itu disebut, "Tantangan bagi kita semua adalah untuk bekerja memastikan bahwa China seharusnya menghargai aturan berdasarkan tatanan internasional, yang menciptakan stabilitas yang memungkinkan terciptanya kemakmuran baru China.”
Abbott juga akan menguraikan dukungan atas kebebasan navigasi dan operasi militer lebih lanjut di Laut China Selatan yang disengketakan.
"Selama 18 bulan terakhir, Australia telah meningkatkan patroli angkatan udara dan laut secara diam-diam, di Laut China Selatan," bunyi pidato itu.
"Kami harus siap untuk menggunakan hak kebebasan navigasi kami di mana pun seizin hukum internasional karena ini bukan sesuatu yang harus diawasi sendiri oleh Amerika Serikat."
Duta Besar Australia untuk Amerika Serikat, Kim Beazley, dimintai tanggapan.
Mantan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, melontarkan pernyataan yang menyerang China, dengan mengatakan bahwa negara komunis itu tak memiliki
- Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan